Juwalita Surapsari menekankan bahwa rekomendasi lemak trans sebenarnya hanya bisa dikonsumsi di bawah 1 persen dari asupan makanan sehari-hari.
Dampak pada kesehatan
Menurut Juwalita Surapsari, apabila berkali-kali menggunakan minyak yang sama untuk menggoreng maka lemak trans semakin tinggi. Begitu juga dengan ketiga proses kimiawi tadi. Zat berbahaya yang akan dihasilkan juga semakin banyak.
Baca Juga: KPK Tahan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial Atas Dugaan Menyuap Penyidik KPK
Ia menjelaskan, sebagai dampaknya efek antioksidan yang sebenarnya terkandung dalam minyak semakin turun kadarnya. Padahal, zat ini sebenarnya untuk meredam radikal bebas.
Dampak pada kesehatan adalah meningkatnya kadar kolesterol jahat atau LDL, kondisi peradangan di dalam tubuh yang tidak terlihat. Bila peradangan terjadi di pembuluh darah, muncul plak lalu membuat pembuluh darah menjadi sempit dan akhirnya menghambat aliran darah.
"Karena kebiasaan mengonsumsi lemak trans dalam makanan cepat saji dan akhirnya memunculkan plak di pembuluh darah makanya keluhan yang terjadi seperti stroke," tutur lulusan dari FKUI ini.
Studi yang melibatkan hewan uji coba pada 2012 menunjukkan, pemberian minyak kelapa sawit yang dipanaskan 5-10 kali akan menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah dalam waktu 6 bulan.
Baca Juga: Larangan Mudik 2021, Pemudik Tak Boleh Masuk Kota Bandung, Kecuali Wilayah Aglomerasi
Juwalita Surapsari memaparkan, proses menggoreng pada suhu 170-220 derajat Celcius menghasilkan PAH yang bisa berinteraksi dengan enzim dalam tubuh. Enzim ini berfungsi dalam serangkaian proses kimia dalam tubuh.