Pengendalian Ganoderma pada Perkebunan Sawit Muncul Terobosan Secara Ramah Lingkungan

30 Januari 2024, 18:20 WIB
Simposium internasional Ganoderma, di Hotel Holiday Inn Jalan Dokter Djundjunan-Pasteur Bandung, Selasa, 30 Januari 2024. /Kodar Solihat/DeskJabar

DESKJABAR – Usaha perkebunan sawit menjadi salah satu unggulan perekonomian negara Indonesia. Namun, ada gangguan utama kelangsungan produksi sawit, yaitu penyakit ganoderma yang menjadi salah satu penyebab utama kematian tanaman.

Penyakit ganoderma sebenarnya merupakan gangguan serius yang sudah sangat lama terjadi bagi tanaman kelapa sawit. Para kalangan profesional usaha perkebunan sawit di Indonesia, menilai bahwa ganoderma sudah mendesak dapat diatasi secara tersinergi secara ramah lingkungan.

Kalangan profesional penyelamatan tanaman sawit dengan diinisiasi Media Perkebunan id, serta Perkumpulan Praktisi Profesional Perkebunan dan Sawit BPDPKS, menggelar simposium internasional Ganoderma, di Hotel Holiday Inn Jalan Dokter Djundjunan-Pasteur Bandung, Selasa, 30 Januari 2024.

 Baca Juga: Warga Gusuran Waduk Jatigede Sumedang Banyak Sukses Jadi Petani Perkebunan Sawit

Dalam simposium, ditekankan bahwa pengendalian ganoderma diarahkan secara ramah lingkungan, misalnya menggunakan agens hayati. Sebab, pengendalian ganoderma secara ramah lingkungan akan berpengaruh bagi kelangsungan kelestarian lingkungan.

Simposium tersebut sangat banyak dihadiri kalangan profesional bidang usaha kelapa sawit, baik pelaku perkebunan, peneliti, produsen pupuk dan obat tanaman, Kementerian Pertanian, dinas terkait daerah, dll, dari Indonesia dan juga tampak dari Eropa.

Gambaran serangan

Direktur Perlindungan Perkebunan Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Bagus Hudoro menyebutkan, yang sangat penting dilakukan adalah memutus siklus ganoderma. Sejauh ini, usaha perkebunan sawit di Indonesia yang sudah dilakukan pengendalian, adalah sawit rakyat itu pun baru 60 persen.

“Pengendalian ganoderma diharapkan dapat tersinergi kompak bersama antara usaha perkebunan rakyat dan usaha perkebunan besar baik negara maupun swasta. Pengendalian ganoderma didorong secara ramah lingkungan dengan teknik-teknik terbaru disesuaikan kondisi,” ujar Bagus Hudoro.

Baca Juga: Melihat Eks Pabrik Minyak Sawit Terbesar Se-Asia Tenggara di Rangkasbitung: Bisa Dijadikan Destinasi Wisata

Bagus Hudoro berharap, kalangan usaha perkebunan besar milik negara dan swasta juga mau bersinergi dalam mengendalikan ganoderma pada wilayah mereka. Tujuannya, mencegah menyebarnya penyakit mematikan tanaman sawit ini karena beresiko membuat bisnis sawit Indonesia terganggu.

Disebutkan, serangan penyakit ganoderma di Indonesia terjadi secara besar pada tahun 2023. Serangan tertinggi dialami di Sumatera Utara seluas 34.541 ha, Sulawesi Barat 7.645 ha, Bangka-Belitung 1.350 ha, Riau 1.014 ha, lalu Bengkulu 640 ha, Aceh 483 ha, Sumatera Selatan 310 ha, dan Sumatera Barat 135 ha.

Yang merepotkan, serangan genoderma umumnya terjadi pada tanaman sawit umur lebih dari 10 tahun. Sebab, pada umur tersebut namana sawit sudah produktif bagus, jika terkena serangan ganoderma maka akan sangat merugikan bagi hasil bisnis perkebunan kelapa sawit.

 Baca Juga: Waduk Karian Lebak, Wisata Pemandangan Indah Melintasi Perkebunan Sawit PTPN VIII

Gambaran ganoderma

Gangguan ganoderma menyebabkan tanaman sawit yang sudah berproduksi menjadi mati tiba-tiba. Serangan genoderma sejauh ini sulit teridentifikasi, tetapi gejalanya mudah terlihat jika sudah membentuk tubuh buah, tetapi jarang ditemukan pada pangkal batang.

Jika sudah terbentuk tubuh buah pada tanaman sawit pertanda ada serangan ganoderma, pengendalian sudah sulit dilakukan. Tanaman sawit menjadi mati dan merembet, produksi akan anjlok dan harus menunggu waktu cukup lama jika dilakukan replanting.

Serangan ganoderna pada tanaman sawit bersifat menyebar dan berpotensi munculkan kerugian besar bagi produksi sawit di Indonesia. Serangan ganoderma baru disadari oleh para pekebun sawit, ketika melihat ada tanaman tiba-tiba tumbang dan bagian bawah batang telah membusuk. ***

 

 

 

 

 

Editor: Kodar Solihat

Sumber: liputan

Tags

Terkini

Terpopuler