Italia Ancam Produsen Vaksin Covid-19 Karena Kekacauan Ini

24 Januari 2021, 20:06 WIB
PM Italia Giuseppe Conte ancam produsen vaksin Covid-19 /Teitter/@GiuseppeConteIT/

 

DESKJABAR – Pemerintah Italia mengakui bahwa program vaksinasi Covid-19 mereka terganggu karena terjadinya masalah yang berkaitan dengan produksi vaksin di pabriknya. Akibatnya, pemerintah Italia harus memangkas kuota vaksinasi hariannya sampai lebih dari dua pertiga dari jumlah yang telah direncanakan.

Atas kejadian ini, Pemerintah Italia berencana akan mengambil langkah-langkah hukum terhadap perusahaan farmasi yang memproduksi vaksin Covid-19.

Akibat kondisi ini, Perdana Menteri Italia, Giuseppe Conte mengkritik keras sejumlah perusahaan farmasi pembuat vaksin Covid-19, yang mengurangi kuota pengiriman vaksin.

Baca Juga: Meski tak Ada Aksi Mogok, Sejumlah Pedagang Daging Sapi di Cirebon Berhenti Berjualan

Bahkan, Giuseppe Conte memperingatkan bahwa bekurangnya kuota vaksin yang diterima Italia berpotensi melanggar kontrak pembelian vaksin Covid-19.

Menurut sumber lain, Pemerintah Italia mengancam akan menuntut Pfizer.

Pfizer Inc, perusahaan farmasi asal Amerika Serikat, minggu lalu mengatakan bahwa pengiriman vaksin Covid-19 ke beberapa negara Eropa akan terhambat karena ada perubahan lokasi produksi vaksin.

Baca Juga: WNA Rusia Dipulangkan karena Gelar Pesta Abaikan Protokol Kesehatan

Namun, pemindahan itu diyakini akan mempercepat distribusi vaksin Covid-19 ke depannya.

Pemerintah Italia mengungkapkan, jatah vaksin yang dikirimkan Pfizer berkurang sampai 29 persen dari kuota yang telah disepakati pada minggu ini. Jatah pengiriman vaksin juga akan berkurang 20 persen minggu depan.

Sementara itu, seorang pejabat senior Pemerintah Italia pada Jumat 22 Januari 2021 menyampaikan bahwa AstraZeneca Plc telah memberi informasi kepada Uni Eropa (EU) soal akan ada pengurangan jatah vaksin ke EU sampa 60 persen karena ada masalah produksi.

Baca Juga: Bekasi Banjir, Inilah 22 Titik Lokasi Genangan Air

"Ini tidak dapat diterima," kata Conte sebagaimana dikutip dari unggahannya di media sosial Facebook.

 "Rencana vaksinasi kami telah disesuaikan dengan kontrak pembelian yang disepakati oleh perusahaan-perusahaan farmasi dan Komisi Eropa," kata Conte.

Dengan gangguan ini, seorang pejabat senior Italia memperingatkan,  Italia harus menyusun kembali program vaksinasinya jika ada masalah persediaan.

Baca Juga: Pengungsi Gempa Mamuju Tolak Himbauan Kembali Ke Rumah, Kami Mau Kemana?

Pejabat tersebut menerangkan bahwa pemerintah harus memangkas kuota vaksinasi hariannya sampai lebih dari dua pertiga dari jumlah yang telah direncanakan.

Italia saat ini menggunakan vaksin buatan Pfizer dan Moderna, sementara AstraZeneca masih menunggu izin pakai darurat di seluruh EU.

Kepala dewan kesehatan di Italia, Franco Locatelli, saat acara jumpa pers mengatakan, pengiriman vaksin diharapkan kembali normal pada 1 Februari 2021.

Baca Juga: Vaksinasi COVID-19 Tahap Dua di Jabar Dilaksanakan Mulai Kamis 28 Januari 2021, Simak Disini Penjelasannya

Namun, kuota harian vaksinasi di Italia telah menurun dari 90.000 dosis per hari pada dua minggu lalu jadi 20.000-25.000 per hari pada beberapa hari terakhir, kata Locatelli.

Conte mengatakan, keterlambatan pengiriman vaksin oleh Pfizer lebih mengkhawatirkan. Jika pengurangan sebanyak 60 persen terjadi, Italia hanya akan menerima 3,4 juta dosis vaksin Pfizer.

Padahal, Italia seharusnya menerima delapan juta dosis vaksin COVID-19 pada kuartal pertama 2021.

Baca Juga: Fasilitas Swafoto, Situ Cangkuang Dibangun Menara

PM Conte menambahkan kepala perwakilan AstraZeneca di Italia telah mengonfirmasi kabar pengurangan itu saat perwakilan perusahaan itu bertemu dengan Menteri Kesehatan Italia Roberto Sperana dan Komisioner Satuan Tugas Khusus COVID-19 Domenico Arcuri, Sabtu (23/1).

"Keterlambatan itu merupakan pelanggaran serius terhadap kontrak, yang akan berdampak pada Italia dan negara lainnya," kata Conte.

"Kami akan menempuh seluruh jalur hukum yang tersedia, sebagaimana yang kami telah lakukan terhadap Pfizer-BioNTech," ia menambahkan.***

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: Reuters Antara

Tags

Terkini

Terpopuler