"Logikanya, kalau saksi diperiksa pertama dan kedua pasti deg degan, belum punya pengalaman. Tapi kalau sudah ketiga, keempat, atau 15, 16 kali, ya sudah pasti mereka juga manusia yang punya pola pikir. Mereka juga pasti mempersiapkan," tutur Anjas.
Anjas pun sependapat dengan Adrianus Meliala bahwa jika saksi terlalu sering diperiksa, keterangan yang disampaikan kemudian berkembang bukan lagi fakta, tapi jatuhnya menjadi opini.
"Takutnya ada framing di situ," ujar Anjas.
Baca Juga: SKETSA TERDUGA PEMBUNUH DI SUBANG jadi Polemik di Masyarakat, Mirip Saksi yang Muda Ini?
Terkait masalah puntung rokok yang tertinggal di rumah yang menjadi Tempat Kejadian Perkara (TKP), Adrianus Meliala mempertanyakan soal adanya beberapa kemungkinan, di antaranya bisa saja puntung rokok itu petugas.
Kali ini, Anjas berseberangan dengan Adrianus Meliala. Jika puntung rokok itu dari petugas, bisa langsung dikonfirmasi saat itu. Sehingga ia yakin puntung rokok milik petugas merupakan kemungkinan kecil.
"Ada berbagai macam merk rokok di lokasi. Kendala terbesar lebih ke masalah siapa saja di sana (saat kejadian)," ujar Anjas.
Alasan Anjas, lokasi kejadian tidak hanya menjadi tempat tinggal kedua almarhumah, tetapi juga dijadikan kantor Yayasan Bina Prestasi Nasional.
Anjas pun mengutip keterangan Kompolnas yang menyatakan bahwa ada lebih dari 50 DNA yang ditemukan di lokasi kejadian. Bisa saja, DNA itu berasal dari berbagai macam sumber. Di antaranya dari puntung rokok.
Menurut Anjas, ketika masalah rokok tersebut didiskusikan dengan ahli forensik dr Sumy Hastry Purwanti, seharusnya sudah ada identifikasi mana puntung rokok yang baru atau sudah lama.