PARAH, Guru Pesantren Hamili Santri di Bandung, Yayasan Jadikan ATM, Herry Wirawan Hidup Berfoya Foya

- 10 Desember 2021, 11:00 WIB
Kasus Herry Wirawan (HW) yang tega memperkosa belasan santriwati di Bandung mengundang geram publik.
Kasus Herry Wirawan (HW) yang tega memperkosa belasan santriwati di Bandung mengundang geram publik. /pikiran rakyat

DESKJABAR- Herry Wirawan, guru pesantren hamili santri di Bandung ramai diperbicangkan karena ulah bejatnya. Dari perbuatannya sebanyak 12 santriwati menderita, mereka hamil dan melahirkan akibat perbuatan sang guru bejat tersebut.

Kasus guru pesantren hamili santri di Bandung tersebut kini disidangkan di Pengadilan Negeri Bandung (PN Bandung), sidang rencananya akan digelar kembali pada 21 Desember 2021 di ruang anak PN Bandung.

Berdasarkan hasil pengungkapan jaksa intelejen ternyaga Herry Wirawan masih muda, berusia 36 tahun, guru pesantren hamili santri di Bandung ini menjadikan yayasan tak bedanya sebagai ATM untuk kehidupannya yang ber foya foya, sewa apartemen, nginep dari hotel ke hotel.

Baca Juga: TOMORROW X TOGETHER Hadir di Shopee 12.12 Birthday Sale TV Show, 'Young One' Jangan Lewatkan

Yayasan tersebut berada di komplek elit di wilayah Antapani Kidul, Kota Bandung namanya Yayasan Pendidikan dan Sosial Manurul Huda.

Berdasarkan penelusuran di lapangan, Yayasan Pendidikan dan Sosial Manurul Huda ini tidak memiliki papan nama di pintu masuk rumah ada police line yang masih menempel, berkas penangkapan Polda Jabar beberapa bulan ke belakang.

Kondisi kantor yayasan ini sangat berbeda dengan lokasi sekolah atau tempat kedua yang ada di Cibiru, Kota Bandung. Lokas kedua memperlihatkan adanya plang nama yayasan dan bangunan seperti sekolah asrama pada umumnya.

Yayasan ini didirikan 12 Januari 2016. Lima orang tercatat menjadi pengurus yayasan. Dari lima orang itu, terdakwa HW sebagai ketua umum. Yayasan ini diduga kuat dijadikan sebagai bank berjalan dari terdakwa HW.

Dugaan ini kemudian muncul dalam persidangan yang sudah digelar beberapa kali di Pengadilan Negeri (PN) Kota Bandung.

Livia Istana DF Iskandar, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Indonesia mengatakan, berdasarkan fakta persidangan di Pengadilan Negeri Bandung, HW mengeksploitasi anak dari korban sebagai alat untuk meminta dana.

Dalam persidangan terdakwa juga diketahui memanfaatkan anak-anak yang dilahirkan korban sebagai anak yatim piatu, dan dijadikan alat meminta bantuan dari pemerintah.

Baca Juga: LAMA Tidak Diungkap, Mulyana Beberkan Awal Kasus Pembunuhan Subang Hingga Merekrut Pengacara Untuk Yosef

"Anak dilahirkan, dimanfaatkan untuk meminta dana kepada sejumlah pihak. Dana Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil Pelaku," ujar Livia.

Pada saat memberikan keterangan di persidangan, parasaksi dan/atau korban yang masih belum cukup umur didampingi orangtua atau walinya. LPSK juga memberikan bantuan rehabilitasi psikologis bagi korban serta fasilitasi penghitungan restitusi.

"Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa Ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunaannya tidak jelas, serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," katanya.

Meski ada dugaan planggaran hukum lain yang dilakukan HW, Polda Jabar belum memastikan hal itu. Sejak awal menangani kasus ini hingga pemberkasan dan masuk persidangan, Polda Jabar hanya fokus tindakan asusila yang dilakukan terdakwa.

"Kalau memang ada yang menyampaikan atau mengetahui suatu rencana meyatim piatukan dengan tujuan komersil atau bagaimana, bisa dilaporkan ke kepolisian dengan bukti yang ada sehingga kita bisa mengusutnya dengan adanya bukti petunjuk yang dia dapatkan," ujar Kombes Erdi A. Chaniago, Kabid Humas Polda Jabar.

Meski demikian, Asep Nana Mulyana, Kepala Kejati Jabar mengatakan, bahwa ada dugaan yang mengarah pada penyalahgunaan wewenang oleh terdakwa HW. Ia juga menegaskan akan mengusut soal hal itu.

"Nanti kami akan kaji lebih jauh lagi karena di samping dia menyalahgunakan kapasitasnya sebagai guru, yang bersangkutan juga menggunakan yayasan sebagai modus operasi kejahatannya," katanya.

Baca Juga: Kisah Kura-kura Raksasa Membawa Gunung Semeru ke Lumajang, Penduduk Pulau Jawa Histeris ?

Bahkan, Kejati Jabar saat ini sudah mengumpulkan semua berkas dan mencari keterangan dari tim intelegen soal hal ini, "Kami melakukan penyeledikan bahwa ada dugaan kemudian juga menggunakan dana atau menyalahgunakan dana yang berasal dari bantuan pemerintah, misalkan digunakan untuk katakanlah menyewa apartmen, hotel, dan sebagainya," ucapnya.

Asep Nana Mulyana, bilang bahwa soal aliran dana dari pihak mana saja yang membanjiri rekening Yayasan Pendidikan dan Sosial Manurul Huda akan diusut tuntas. Kejadian ini menurutnya bukan lagi soal tindakan asusila, melainkan sudah kejahatan kemanusiaan.

Pengusutan akan dilakukan di samping perkara pidana umum yang sudah dijalani terdakwa, jajaran intelegen Kejati Jabar juga akan melakukan pendalaman dugaan penyelewengan dana oleh HW.

"Apakah nanti yayasannya akan dibubarkan atau bagaimana, kita lihat nanti pada proses penuntutan pada persidangan. Sekaligus temen-temen intelegen akan membackup perkara ini untuk memastikan kentutasan perkara ini secara komprehensif menjadi semacam pencegah agar kejahatan seperti ini tidak terulang kembali," kata dia.

Yayasan Pendidikan dan Sosial Manurul Huda sendiri saat ini tengah diusulkan untuk dibekukan. Tedi Ahmad Junaedi, Kepala Kementerian Agama Kota Bandung menyatakan bahwa sejak kasus ini terkuak pada Juni 2021 lalu, langsung berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Kemenag Jawa Barat untuk meninjau ulang operasional lembaga pendidikan itu.

Kemudian, Pendidikan Kesetaraan Pondok Pesantren Salafiyah (PKPPS) yang diselenggarakan oleh Yayasan Pendidikan dan Sosial Manurul Huda itu hanya mendapatkan izin untuk membuka instansi pendidikan di Antapani. Sedangkan pesantren yang berlokasi di Cibiru, berdiri tanpa izin Kementrian Agama.

Baca Juga: FAKTA TERBARU KASUS Pembunuhan di Subang, Ini Alasan YOSEF Buru-buru Sewa Pengacara

"Ketika lokasinya berbeda harus ada izin terpisah, yaitu izin cabang. Pelaku belum urus izin cabang di Cibiru, yang katanya boarding school. Sebelumnya kita tidak mengetahui pendirian cabang di Cibiru," katanya.

Kemenag Kota Bandung akan turut menangani keberlanjutan proses pendidikan para santriwati yang terdata di lembaga itu. Tedi mengatakan, penanganan ini bertujuan agar bisa segera memindahkan ke lembaga pendidikan lain. Adapun total murid di ponpes ini ada sebanyak 35 orang santriwati.

"Kita rapat dengan provinsi dan seluruh pokja PKPPS, berkoordinasi siapa yang akan menampung 35 anak. Walaupun keputusannya tetap itu tergantung kepada anak. Sebagian besar anak mau ke sekolah formal," kata dia.

Sekretaris Umum MUI Kota Bandung, Asep Ahmad Fathurrohman mengatakan, MUI telah melakukan penelusuran berkaitan dengan isu pelecehan seksual di Yayasan Pendidikan dan Sosial Manurul Huda.

pesantren daripada pelaku perbuatan terkutuk itu bukan merupakan bagian dari lembaga MUI, ataupun lembaga keagaman lainnya, termasuk bukan bagian dari lembaga Forum Pondok Pesantren Kota Bandung.***

Editor: Yedi Supriadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah