INFO FORENSIK Kasus Subang, Tidak 'Connect' Jadi Penyebab Pembunuhan Lama Terungkap, Begini Penjelasannya

14 April 2022, 12:42 WIB
Kriminolog UI Prof Adrianus Meliala (atas) sempat bertanya alasan kasus Subang lama terungkap dalam acara Forensic Talk. Pakar forensik Kombes Pol dr Sumy Hastry (bawah) pun menjelaskan kendala secara umum mengapa kasus Subang lama terungkap. /Kolase DeskJabar.com dan Instagram @pusatforensikui/

DESKJABAR - Empat hari menjelang 8 bulan penyidikan kasus pembunuhan ibu dan anak di Subang, masih belum ada tanda-tanda kasusnya bakal segera terkuak.

Kasus yang menewaskan Tuti Suhartini dan Amalia Mustika Ratu tersebut terjadi pada 18 Agustus 2021 di rumah mereka di Kampung Ciseuti, Desa/Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat.

Tim penyidik Polres Subang sempat menangani kasusnya hingga pertengahan November 2022 sebelum diambil alih Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jabar.

Baca Juga: INFO BERHARGA Kasus Subang, Hasil Lab DNA di TKP Temukan DNA Terduga Pembunuh? Ini Alasan Belum Diumumkan

Hingga pekan lalu, tim penyidik sudah memeriksa dan meminta keterangan dari 121 saksi, mengumpulkan 216 barang bukti, melakukan 10 kali olah tempat kejadian perkara (TKP), hingga 2 kali autopsi jenazah korban, yaitu Tuti Suhartini dan Amalia Mustika Ratu.

Alasan lamanya pengungkapan kasus Subang sebenarnya pernah mendapat sorotan Pusat Forensik Terintegrasi Universitas Indonesia (UI), tahun lalu. 

Dalam acara Forensic Talk ke-13 yang dipandu Prof Drs Adrianus Meliala, MSi, MSc, PhD, Pusat Forensik Terintegrasi UI pernah mengundang pakar forensik Kombes Pol dr Sumy Hastry Purwanti untuk bicara tentang kasus pembunuhan ibu dan anak di Subang. 

Video diskusi mereka sepanjang 1 jam berlangsung secara live dan kemudian diunggah di akun resmi Pusat Forensik Terintegrasi UI, @pusatforensikui, pada Minggu, 7 November 2021.

Saat itu, Ahli forensik dr Sumy Hastry menyatakan, ia tidak bisa menceritakan hasil autopsi kedua terhadap jenazah Tuti Suhartini dan Amalia Mustika Ratu.

Baca Juga: SECUIL INFO Kasus Subang, Saksi Ini Lagi Ngasah Parang Saat Didatangi Yosep, Termasuk yang Awal Datang ke TKP

Ia beralasan, dokter forensik atau saksi ahli yang lain, hanya menyerahkan hasil kepada tim penyidik atau nanti berbicara di pengadilan.

Bahkan ketika banyak rekan meminta hasil autopsi kedua, dr Sumy Hastry juga tidak bisa membicarakannya.

"Kenapa sih dr Hastry tidak menentukan tersangka atau pelaku? Itu bukan ranah saya. Itu (ranah) penyidik. Ranah saya hanya bantuan saksi sebagai ahli forensik," tutur Sumy Hastry.

Dalam kapasitasnya sebagai ahli forensik, dr Sumy Hastry menilai, kasus ibu dan anak di Subang adalah korban pembunuhan karena meninggal tidak wajar.

Menurut dia, dunia kedokteran forensik berbicara bila ada manusia meninggal tidak wajar. Bisa karena menjadi korban pembunuhan, bunuh diri, atau kecelakaan.

Sumy Hastry melakukan autopsi kedua pada 2 Oktober 2021, berjarak 1 bulan 15 hari sejak kejadian, dan ke TKP mengambil data yang dirasa kurang.

Baca Juga: INFO MENGEJUTKAN KASUS SUBANG, Ada Saksi Melihat Terduga Pelaku? Penumpang Angkot Lihat Alphard Mundur di TKP

"Waktu itu belum berhubungan secara keseluruhan. Masih berbicara lab forensiknya, CCTV-nya, DNA-nya, dll. Mudah-mudahan, hasilnya bisa dipertanggungjawabkan," ucapnya. 

Kriminolog UI Adrianus Meliala dalam kesempatan itu bertanya mengapa kasus Subang lama terungkap, padahal kelihatannya tidak banyak yang terlibat.

Menurut Sumy Hastry, kendala secara umumnya adalah olah TKP tidak sinergi, tidak holistik, tidak bersama-sama.

"Setelah (kasusnya) digelar, masing-masing ahli berbicara, tidak connect. Akhirnya, kita ulang lagi, dari Inafisnya, penyidikannya, IT-nya, bahkan dari kedokteran forensiknya seperti saya," tutur dr Sumy Hastry.

Sumy Hastry menegaskan, kuncinya adalah tim penyidik dan saksi ahli harus selalu bersama-sama.

"Next kalau ada kasus lagi, minta dari kriminolog, ahli forensik, dan ahli lainnya seperti di Center Forensic di luar negeri. Lalu ada psikiater forensiknya yang memprofile terduga pelaku yang berubah-ubah kesaksiannya," tuturnya.

Baca Juga: KASUS SUBANG TERBARU, Misteri BMW di Rumah TKP Kasus Subang Terungkap, Ini Alasan Tidak Bisa Diambil

Terkait autopsi korban, dr Sumy Hastry menilai kedokteran forensik yang awal belum menyeluruh. Sedangkan autopsi kedua yang ia lakukan hanya untuk melengkapi data dari TKP.

"Harusnya memang tidak ada autopsi kedua di kedokteran forensik. Tapi kalau memang dianggap perlu ya kita periksa lagi. Karena memang periksa jenazah itu kayak mudah tetapi sebenarnya sulit," kata Sumy Hastry. 

Ia berpendapat, seharusnya dokter forensik benar-benar bisa connect  (berhubungan) dengan TKP atau datang ke TKP.

Kalau dokter forensik tidak datang ke TKP atau tidak tahu tentang TKP, Sumy Hastry menyarankan seharusnya didampingi penyidik di kamar jenazah.

Meski demikian, seharusnya ahli forensik datang ke lokasi TKP didampingi penyidik bersama-sama.

Adrianus Meliala mempertanyakan, apakah masing-masing ahli berjalan sendiri-sendiri sehingga saat kegiatan gelar perkara menjadi tidak kompatibel, sering terjadi dalam konteks penyidikan di kepolisian.

Baca Juga: EKSKLUSIF Kasus Subang, 6 Bulan Lebih Hidup Terlunta-lunta, Rohman Hidayat Ungkap Permintaan Yosep

Sumy Hastry menjelaskan, kemungkinan waktu itu ada berbagai situasi dan kegiatan setelah 17 Agustus 2021, termasuk soal penanganan Covid-19 dan vaksinasi.

Akan tetapi, kata dia melanjutkan, selama ini, ahli forensik bisa bekerja sama dengan tim olah TKP dan turun bersama-sama.

"Jadi jangan menyalahkan tim penyidik kepolisian Subang karena tidak semuanya bisa dan berpengalaman," ucapnya.

Sumy Hastry menyatakan bahwa karena tidak semuanya bisa makanya harus terus memberikan pengalaman dan pemahaman kepada penyidik yang baru.

Data DNA saintifik 

Sumy Hastry juga menegaskan bahwa dalam kasus kejahatan, tim penyidik tidak butuh pengakuan tersangka pelaku, jika ahli forensik punya data DNA.

"Minded-nya ke DNA, biar ada pertanggungjawaban secara ilmiah. Data DNA saintifik banget dan tidak bisa sembarangan," ujarnya.

Baca Juga: Rumah TKP Kasus Subang Jadi Rumah Hantu? Dijual atau Ditempati? 6 Bulan Tak Bisa Pulang, Ini Keinginan Yosep

Menurut dia, tim penyidik harus terus diingatkan tentang pengambilan sampel DNA di TKP karena mereka bukan dokter dan perawat.

"Mereka tahu caranya memfoto, menyegel, membuat berita acara, tetapi pengambilan sampelnya bagaimana? Apakah pakai kantong plastik, nanti terkontaminasi nggak? Kalau ada darah bagaimana sih? Punya siapa, berapa lama," tutur dr Sumy Hastry.

Ia menjelaskan, setelah melakukan autopsi, penyidik akan bertanya pertama kali tentang waktu kematian karena penting untuk menentukan alibi.

Setelah itu cara kematian. Apakah ada luka kekerasan karena senjata tajam atau senjata tumpul.

Selanjutnya, mekanisme kematiannya, bagaimana korban meninggal dunia, apakah ada tanda perlawanan atau tidak.

Tak hanya kasus Subang, tapi juga semua kasus, kalau korbannya perempuan, menurut dr Sumy Hastry, minimal dilakukan swab dan mencari benda-benda yang menempel di tubuh jenazah. 

"Takutnya ada kekerasan seksual atau ada perlawanan. Bentuk perlawanan dalam semua kasus pembunuhan, kita periksa semua, sekecil apapun misalnya, bekas gigitan, bekas cakaran," tutur Sumy Hastry.

Baca Juga: BABAK AKHIR KASUS SUBANG, Keterangan Yosep Sudah Final, Yoris Siap Dipanggil Tim Penyidik 1-2 Hari Ke Depan

Terkait hasil autopsi ulang kasus Subang, kendati tidak bersedia membeberkan hasilnya, Sumy Hastry mengonfirmasi kemungkinan terjadinya bias, terutama karena autopsi yang berbeda waktu.

"Tuhan masih kasih kemudahan. Jenazah masih dalam kondisi bagus. Dan saya bisa cocokkan dengan keadaan luka di tubuh korban dengan autopsi pertama," tuturnya.

Meskipun penyidikan kasus Subang sudah berlangsung lama, Sumy Hastry tetap berkeyakinan, kasus pembunuhan ibu dan anak di Subang akhirnya bakal terungkap.***

Editor: Samuel Lantu

Sumber: Instagram @pusatforensikui

Tags

Terkini

Terpopuler