Gorengan Jadi Menu Favorit Buka Puasa Ramadhan 2021, Ini Dampak Kesehatannya Kata Dokter Gizi

- 25 April 2021, 14:40 WIB
Ilustrasi gorengan. Selama Ramadhan 2021, sebagian umat Islam menjadikan gorengan sebagai menu pendamping saat berbuka puasa.
Ilustrasi gorengan. Selama Ramadhan 2021, sebagian umat Islam menjadikan gorengan sebagai menu pendamping saat berbuka puasa. /Pixabay/Peter Chou/

DESKJABAR - Banyak orang menyukai gorengan. Bahkan selama Ramadhan 2021, sebagian umat Islam menjadikannya sebagai menu pendamping saat berbuka puasa.

Banyak orang berpendapat makanan yang digoreng seperti tahu isi, bakwan atau bala-bala, tempe, singkong, ubi, pisang, dan lain-lain, lebih terasa enak saat dimasak dengan minyak yang dipakai berkali-kali.

"Karena dengan proses kimia yang terjadi, minyak akan menghasilkan rasa yang lebih gurih," kata dokter spesialis gizi klinik dari Perhimpunan Dokter Gizi Klinik (PDGKI) Cabang Banten, Juwalita Surapsari dalam webinar Hari Kesehatan Dunia bersama Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) dan Jelantah4Change, Minggu, 25 April 2021.

Baca Juga: Awak KRI Nanggala adalah Patriot Terbaik Penjaga Kedaulatan, Presiden Jokowi Ajak Seluruh Rakyat Berdoa

Ia menjelaskan, hidangan yang lebih gurih didapatkan dari proses menggoreng menggunakan banyak minyak dengan warna yang kian menggelap, kental, atau bahkan berbuih.

Kondisi ini terjadi akibat serangkaian proses, berhubungan dengan titik didih yang menurun dari 232 derajat Celcius menjadi 207 derajat Celcius. Efeknya, ketika minyak dipakai kembali maka akan mudah terurai dan mengalami proses kimiawi panjang yang menghasilkan radikal bebas.

Secara kimiawi, kata Juwalita Surapsari melanjutkan, proses menggoreng memunculkan proses oksidasi, hidrolisis dan polimerasi asam lemak menghasilkan senyawa bersifat karsinogenik.

"Ada yang namanya acrolein, PAH (polycylic aromatic hydrcarbons) yang sifatnya karsinogenik atau membuat risiko menyebabkan kanker. Waktu digoreng, minyak ini dalam suhu 170-220 derajat Celcius, maka yang pertama terjadi hidrolisis," kata Juwalita Surapsari seperti dilansir Antara.

Baca Juga: Awak KRI Nanggala-402 Layak Peroleh Kenaikan Pangkat Anumerta, Gus Jazil: Sebagai Bentuk Penghargaan

Hidrolisis merupakan pemecahan molekul trigliserida menjadi asam lemak bebas dengan gliserol dengan bantuan air dari makanan. Setelah itu, terjadi proses oksidasi yang menghasilkan senyawa aldehid, PAH, yakni radikal bebas serta berubahnya struktur asam lemak jenis cis menjadi lemak trans.

Juwalita Surapsari menekankan bahwa rekomendasi lemak trans sebenarnya hanya bisa dikonsumsi di bawah 1 persen dari asupan makanan sehari-hari.

Dampak pada kesehatan

Menurut Juwalita Surapsari, apabila berkali-kali menggunakan minyak yang sama untuk menggoreng maka lemak trans semakin tinggi. Begitu juga dengan ketiga proses kimiawi tadi. Zat berbahaya yang akan dihasilkan juga semakin banyak.

Baca Juga: KPK Tahan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial Atas Dugaan Menyuap Penyidik KPK

Ia menjelaskan, sebagai dampaknya efek antioksidan yang sebenarnya terkandung dalam minyak semakin turun kadarnya. Padahal, zat ini sebenarnya untuk meredam radikal bebas.

Dampak pada kesehatan adalah meningkatnya kadar kolesterol jahat atau LDL, kondisi peradangan di dalam tubuh yang tidak terlihat. Bila peradangan terjadi di pembuluh darah, muncul plak lalu membuat pembuluh darah menjadi sempit dan akhirnya menghambat aliran darah.

"Karena kebiasaan mengonsumsi lemak trans dalam makanan cepat saji dan akhirnya memunculkan plak di pembuluh darah makanya keluhan yang terjadi seperti stroke," tutur lulusan dari FKUI ini.

Studi yang melibatkan hewan uji coba pada 2012 menunjukkan, pemberian minyak kelapa sawit yang dipanaskan 5-10 kali akan menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah dalam waktu 6 bulan.

Baca Juga: Larangan Mudik 2021, Pemudik Tak Boleh Masuk Kota Bandung, Kecuali Wilayah Aglomerasi

Juwalita Surapsari memaparkan, proses menggoreng pada suhu 170-220 derajat Celcius menghasilkan PAH yang bisa berinteraksi dengan enzim dalam tubuh. Enzim ini berfungsi dalam serangkaian proses kimia dalam tubuh.

PAH juga dapat menyebabkan kerusakan protein dalam tubuh dan akhirnya menyebabkan cedera pada membran sel. PAH bahkan menyebabkan kerusakan pada DNA, padahal bila terjadi kerusakan pada DNA maka sifat sel akan berubah. Akibatnya? terjadilah kanker di antaranya pada payudara, kolorektal, dan prostat.

"Mengenai kanker ini saya menemukan semakin maju usianya. Dulu saya dapat pasien kanker usus besar laki-laki usianya di atas 50 tahun. Sekarang saya sering dapat pasien kanker usus besar dimulai usia 30 tahun, bahkan di akhir 20 tahun," tutur Juwalita Surapsari.

Di sisi lain, konsumsi terlalu banyak lemak jenuh (dari minyak yang dipakai berkali-kali) juga bisa mengganggu bakteri baik di saluran cerna, membuat kondisinya menjadi tidak sehat. Akibatnya, mudah terjadi perubahan sifat sel yang memicu kanker.

Baca Juga: Viral Video Bocah Larang Ayahnya Bertugas di KRI Nanggala-402, Warganet Minta Dihapus

Kementerian Kesehatan merekomendasikan asupan minyak harian tak lebih dari lima sendok makan apabila konsumsi kalori per hari Anda 2.000 kalori. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan asupan lemak maksimal 30 persen asupan dari energi total dalam sehari.

Ini berarti, lemak jenuh diminimalkan 10 persen dari asupan energi total sedangkan lemak trans hanya 1 persen dari asupan energi total.

Sebagai salah satu solusi, menurut Juwalita Surapsari, sebaiknya bijaklah menggunakan minyak untuk mengolah makanan.

Agar bisa menangkal radikal bebas akibat efek menggoreng, konsumsilah makanan tinggi antioksidan. Makanan mengandung antioksidan, misalnya buah pepaya, jambu biji, sayur bayam, brokoli (terkandung vitamin C), kacang-kacangan, alpukat (vitamin E), sayuran berwarna merah atau kekuningan (mengandung karoten) seperti labu, melon kuning, paprika oranye.

Baca Juga: Wakil Ketua MPR RI Panjatkan Doa Nabi Yunus untuk Keselamatan Awak KRI Nanggala-402 dan Pencarinya

Artinya, selalu hadirkan asupan sayur dan buah dalam menu makanan. Pakar kesehatan di Kementerian Kesehatan menyarankan untuk mengonsumsi sayuran sekitar 150 gram atau 1 mangkuk sedang.

Untuk buah-buahan, sebaiknya konsumsilah yang beraneka ragam agar kandungan antioksidannya semakin beragam pula, dengan total sepertiga piring makan. Misalnya, 150 gram pepaya itu setara dengan 2 potong sedang, 2 buah jeruk sedang setara 110 gram, atau 1 buah pisang ambon setara dengan 150 gram.

Jika Anda ingin menyantap menu gorengan, usahakan untuk membatasi porsinya dan menerapkan aturan batas pakai. Juwalita Surapsari menerapkan aturan di keluarganya penggunaan minyak di rumahnya maksimal dua kali pakai.***

Editor: Samuel Lantu

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah