KSPI Tolak 5 Jenis Pekerjaan Ikut Outsourcing, Ini Alasannya

- 3 November 2020, 13:58 WIB
Ilustrasi penolakan omnibus law RUU Cipta Kerja.
Ilustrasi penolakan omnibus law RUU Cipta Kerja. /ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah


DESKJABAR
- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama buruh Indonesia menolak dan meminta agar undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) itu dibatalkan atau dicabut.

Presiden KSPI Said Iqbal meminta UU Cipta Kerja tetap membatasi lima jenis pekerjaan yang diperbolehkan menggunakan tenaga kerja outsourcing.

"KSPI meminta penggunaan tenaga kerja outsourcing hanya dibatasi 5 jenis pekerjaan saja sebagaimana diatur dalangam UU Nomor 13 Tahun 2003," kata Said dalam keterangan resminya, Selasa 3 November 2020.

Baca Juga: Aneh Bin Ajaib Kios di Mall Bandung Hilang Usai Bangunan Direnovasi, Pemilik pun Geruduk Pengadilan

Baca Juga: Hadapi Era Industri 4.0, Indonesia Butuh Banyak Talenta Digital

Lantas mengapa Said menyuarakan hal tersebut? Ini alasannya:

Menurutnya, UU Cipta Kerja yang diteken Presiden Jokowi pada Senin 2 November 2020 malam tadi, ada beberapa pasal dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 yang dihilangkan dan berakibat merugikan kaum buruh.

Salah satu yang ia soroti, adalah dihapusnya batasan lima jenis pekerjaan yang terdapat di dalam Pasal 66 yang memperbolehkan penggunaan tenaga kerja outsourcing.

Pada pasal tersebut, sebelumnya tertuang tenaga kerja outsourcing hanya untuk cleaning service, cattering, security, driver, dan jasa penunjang perminyakan.

Baca Juga: Mengenang Calon Bayinya yang Meninggal Dunia, John Legend dan Istrinya Membuat Tato jack

Baca Juga: Kementrian PUPR; Program Sejuta Rumah Terus Bejalan Total Sudah 601.637 Unit

"Dengan tidak adanya batasan terhadap jenis pekerjaan yang boleh menggunakan tenaga outsourcing, maka semua jenis pekerjaan di dalam pekerjaan utama atau pekerjaan pokok dalam sebuah perusahaan bisa menggunakan karyawan outsourcing," jelas Said. 

Said mengatakan, hal ini mengesankan negara melegalkan tenaga kerja diperjualbelikan oleh agen penyalur. Padahal, lanjutnya, di dunia internasional soal outsourcing disebut dengan istilah modern slavery atau perbudakan modern. 

"Dengan sistem kerja outsourcing, seorang buruh tidak lagi memiliki kejelasan terhadap upah, jaminan kesehatan, jaminan pensiun, dan kepastian pekerjaannya," ujarnya, sebagaimana dikutip DeskJabar dari RRI.

Baca Juga: Jokowi Tandatangani UU Ciptaker Lebih Cepat Tiga Hari, Batas Akhir 4 November 2020

Baca Juga: Ryan Giggs Ditangkap, Jumpa Pers pun Batal 

Alasannya, kata Said, karena dalam praktiknya, agen outsourcing sering lepas tangan untuk bertanggung jawab terhadap masa depan pekerjanya. Menurutnya, agen outsourcing hanya menerima success fee per kepala dari tenaga kerja outsourcing yang digunakan oleh perusahaan pengguna atau user.

Halaman:

Editor: Syamsul Bachri

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x