Karena hari-hari Jawa dimulai saat matahari terbenam sehari sebelumnya, bukan paruh kedua hari itu, suro yang biasanya terjadi pada sore hari setelah matahari terbenam pada hari pertama sering disebut sebagai satu malam suro.
Dilansir DeskJabar.com dari laman petabudaya.belajar.kemdikbud.go.id, satu Suro memiliki banyak pendapat dalam masyarakat Jawa, hari ini dianggap suci, terutama jika jatuh pada hari Jumat Legi.
Baca Juga: Bharada E Penuhi Panggilan Komisi Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) untuk Dimintai Keterangan
Bagi sebagian orang, pada malam surah, tidak diperbolehkan pergi ke mana pun selain untuk berdoa atau melakukan ritual ibadah lainnya.
Pada suatu malam di Suro yang dikaitkan dengan budaya Jawa, biasanya ada prosesi upacara adat kelompok masyarakat atau festival.
Beberapa wilayah di Jawa menjadi tempat perayaan Satu Suro pada malam hari.
Misalnya, di Solo, pada perayaan malam Suro, ada hewan khusus yang disebut kebo bule (kerbau).
Kebo bule menjadi salah satu daya tarik masyarakat untuk mengikuti perayaan Malam Suro dan dianggap keramat oleh masyarakat setempat.
Kebo Bule Kyai Slamet. Tidak hanya kerbau, karena hewan ini merupakan warisan penting keraton.
Dalam buku Babad Solo karya Raden Mas (RM), disebutkan bahwa nenek moyang orang kulit putih adalah marga atau hewan kesayangan Paku Buwono II, karena keratonnya masih di Kartasura, sekitar 10 kilometer dari keraton sekarang.
Menurut penyair terkenal keraton Surakarta, Yosodipuro, nenek moyang kerbau memiliki warna kulit yang istimewa, yaitu kulit putih.
Itu adalah hadiah dari Kyai Hasan Beshari Tegalsari Ponorogo kepada Paku Buwono II.
Dimaksudkan untuk menjadi cuk lampah (wali) pewaris keraton yang bernama Kyai Slamet.