Inilah 5 Pantangan Mendaki Gunung Lawu, Ada Daerah yang Dilarang Dilintasi, Simak Apa Saja?

24 Januari 2023, 13:50 WIB
Gunung Lawu bukan hanya panoramanua yang indah akan tetapi memiliki berbagai pantangan. /instagram@sahabat_pendaki/

DESKJABAR - Gunung Lawu yang berlokasi di perbatasan Karanganyar, Jawa Tengah dan Magetan, Jawa Timur dikenal mempunyai beragam cerita mitos yang legendaris yanh di sebarkan oleh masyarakat.

Salah satu mitosnya adalah larangan untuk warga dari daerah Cepu dan Blora untuk mendaki gunung dengan tinggi 3.265 meter, karena akan mendapatkan malapetaka.

Mitos ini berawal ketika raja terakhir Kerajaan Majapahit, Prabu Brawijaya V mengasingkan diri akibat kejaran dari pasukan pimpinan Adipati Cepu.

Akan tetapi pasukan Asipati Cepu tak berhasil menangkap Prabu Brawijaya V yang mengasingkan diri ke puncak Gunung Lawu. Di puncak Gunung Lawu Prabu Brawijaya V mengeluarkan sumpah kepada Adipati Cepu.

Baca Juga: Sejarah Gunung Lawu serta Prabu Brawijaya V dan Pengikut Setianya yakni Kyai Jalak

Dimana isi sumpahnya jika ada orang-orang dari daerah Cepu atau keturunan langsung Adipati Cepu yang naik Gunung Lawu, maka akan celaka.

Oleh karena itu, mitos larangan mendaki Gunung Lawu dan sumpah Prabu Brawijaya V tersebut sampai sekarang masih diikuti oleh orang-orang dari daerah Cepu, terutama keturunan Adipati Cepu.

<H2>Pantangan Mendaki ke Gunung Lawu</H2>

1.Jangan Berniat Tidak Baik

Pendaki tidak boleh memiliki niat kurang baik saat hendak mendaki ke Gunung Lawu. Nardi menuturkan niat kurang baik tidak hanya dilarang saat mendaki Gunung Lawu. Tetapi, melakukan aktivitas apa pun harus didahului dengan niat baik.

"Mendaki harus ada niat dulu. Pendaki tahunya di medsos kok bagus pemandangan. Lawu itu kan sebetulnya untuk laku spiritual. Sekarang kan menjadi wisata selfie," tutur Nardi.

Dia juga menyebut pendaki tidak boleh fokus pada ambisi sampai ke puncak. Nardi menyebut puncak Gunung Lawu sebagai bonus pendakian.

"Nah puncak itu bonus. Pendaki jangan terfokus pada ambisi sampai puncak. Tetapi dinikmati prosesnya. Paling enggak, jalan itu meluruskan niat," ungkap dia.

2.Jangan Bercanda

Aturan lainnya merupakan dimana pendaki tidak boleh bercanda selama mendaki Gunung Lawu. Nardi menyebut segala aturan yang diterapkan pemerintah tidak boleh mengesampingkan aturan adat yang telah dilakukan secara turun temurun.

Baca Juga: Mulai Hari Ini, Masyarakat Bisa Jalani Vaksinasi Covid-19 Booster Kedua, tak Perlu Tunggu Tiket Undangan

"Makanya kan aturan pendaki yang dikeluarkan pemerintah itu sebagai pelengkap. Pendaki juga harus menaati aturan adat. Enggak boleh guyon keterlaluan. Di bagian mana pun Lawu itu memiliki aura mistis sangat tinggi," tutur dia.

Titis pun sepakat dengan hal itu. Tetapi, dia menganalogikan larangan guyon di Gunung Lawu dengan kemungkinan pendaki menjadi tidak konsentrasi karena terlalu asyik guyon sehingga tersesat.

"Ya kalau itu sebetulnya etika, di manapun enggak boleh guyon. Kan perlu konsentrasi khusus. Kalau celelekan itu kan mengurangi konsentrasi sehingga akan berisiko tersesat lah, ketinggalan dari teman satu rombongan," ungkapnya.

3.Dilarang Mengeluh

Aturan lain yang tidak tertulis saat mendaki Gunung Lawu dilarang sambat. Pendaki tidak boleh mengeluh lelah, dingin, dan lain-lain. Nardi mengingatkan pendaki agar menikmati proses pendakian hingga puncak.

"Enggak boleh sambat kok dingin, kok capai itu enggak boleh. Menahan lisan. Kalau capai ya duduk sebentar tapi jangan sambat. Dingin ya dinikmati," tutur dia.

Setiap pendaki yang hendak naik ke Gunung Lawu melalui jalur pendakian Candi Ceto, akan mendapat pengarahan. Salah satunya tentang estimasi perjalanan.

4.Hindari Pakaian Mrutu Sewu

Soal pakaian, Titis menyebut pendaki tidak boleh mengenakan pakaian maupun atribut apa pun dengan motif mrutu sewu. Titis menyebut motif itu akan menjadi terlihat samar saat berada di antara pepohonan.

Baca Juga: Pohon Waru di Majalengka dan Sumedang Ada Manfaat Lingkungan, Kesehatan, dan Ekonomi

"Itu menurut filosofi tradisional. Sebenarnya kalau soal percaya tidak percaya, tapi kalau secara logika misalnya tidak boleh pakai motif mrutu sewu. Itu nanti kalau dia agak jauh dari teman-temannya enggak bisa kelihatan. Secara logika masuk akal. Ya ada yang percaya kalau itu enggak bagus untuk naik gunung," ujar dia.

5.Jangan Pakai Baju Hijau Pupus

Terakhir, pendaki tidak boleh mengenakan pakaian maupun atribut berwarna hijau pupus. Warna hijau menyerupai dedaunan. Nardi mengungkapkan mitos itu sudah berkembang sejak dulu.

"Tetapi sebetulnya bisa dinalar kok. Kalau pakai atribut, pakaian warna hijau pupus menyerupai dedaunan maka saat terpisah dari rombongan akan susah ditemukan. Ijo pupus itu kan warna alam," tutur dia.

Dimana Nardi berharap para pendaki menaati aturan pemerintah. Di sisi lain, aturan tidak tertulis warisan nenek moyang juga tidak bisa ditinggalkan.***

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: Beragam Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler