Lebih lanjut, anggota DPR RI dari Partai Golkar ini memaparkan, dalam RUU Kesehatan ini DPR RI mengubah supaya undang undang ini bisa memberikan pelayanan yang terbaik termasuk penggunaan BPJS. Tidak boleh lagi ada orang sakit disuruh pulang dan nanti disuruh balik lagi, masuk lagi.
“Waktu itu kami juga mengundang kementerian Kesehatan. Yang hadir adalah Wakil Menteri Kesehatan yang menjelaskan bahwa tata kelola atau tata laksana daripada pelayanan kesehatan jauh daripada apa yang diharapkan. Oleh karena itu perlunya penataan ulang,” ujar Firman Subagyo.
Menurut Firman Subagyo, RUU ini ini sama sekali tidak membahas komoditas yang berdampak pada kesehatan. Entah kenapa, tiba-tiba di DIM (Daftar Isian Masalah) pemerintah menyebutkan atau memasukkan pasal yang menyebutkan bahwa tembakau itu mengandung zat aditif yang disetarakan dengan narkoba.
“Itu tidak benar. Karena dalam RUU ini tidak mengatur komoditi. RUU ini mengatur tata kelola daripada sistem pelayanan kesehatan. Oleh karena itu saya juga merasa kok pemerintah tidak paham? Artinya bahwa kementerian kesehatan ini dapat dari mana. Itu yang kita pertanyakan.
Jadi di dalam RUU Kesehatan yang namanya UU kesehatan ini sama sekali tidak mengatur yang namanya pengaturan komoditi yang berdampak terhadap masalah kesehatan. Itu tidak pada tempatnya. Kalau RUU kesehatannya kebutuhannya harus diperbaiki tapi kalau menyinggung masalah komoditi saya tidak setuju, karena bukan ranahnya,” tegas Firman Subagyo.
Atas dasar itu, menurut Firman Subagyo, pihak Fraksi Partai Golkar sudah secara resmi meminta agar menghapuskan pasal 154 yang berisi pernyataan rokok mengandung zat adiktif atau mengandung narkoba. Bunyi pasal tersebut tidak benar sehingga harus dicabut.
“Kami sudah minta pada anggota fraksi kita yang ada di sana untuk menghapuskan pasal itu. Kalau tembakau itu kan ada nilai ekonominya, ada nilai sosialnya. Tembakau itu juga menghasilkan cukai rokok yang cukup besar nilainya sampai 178 trilyun bahkan sekarang 220 trilyun lebih. Kalau industri rokok disamakan dengan narkoba bisa berdampak pabrik rokok akan tutup. Karyawan kita akan kerja dimana? Petani kita akan dipindah kemana? Golkar mengedepankan kepentingan negara, kepentingan masyarakat, dan yang namanya petani harus dilindungi,” tegas Firman Subagyo.
Sependapat dengan Firman Subagyo, Ketua APTI Jawa Barat Suryana menegaskan, pihaknya tidak menolak RUU Omibuslaw Kesehatan. Yang ditolak adalah pasal 154 yang salah satunya adalah menyebutkan tembakau ataupun rokok mengandung zat adiktif yang berbahaya sehingga rokok disamakan dengan tembakau.