DPR RI & Petani Tembakau Sikapi Polemik Pasal-Pasal Pertembakauan dalam RUU Kesehatan

- 6 Juni 2023, 08:24 WIB
anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI Firman Subagy
anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI Firman Subagy /dpr ri



DESKJABAR - Dewan Perwakilan Rakyat  Republik Indonesia (DPR RI) dan Petani Tembakau yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) dengan tegas menolak adanya selipan pasal-pasal tentang pertembakauan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.

Pasal tersebut antara lain menyebutkan, rokok atau tembakau disamakan dengan narkoba. Tembakau memberikan nilai positif dan menguntungkan negara sementara narkoba membahayakan kesehatan sekaligus merugikan negara.

“Kalau narkoba itu tidak ada nilai ekonominya. Narkoba jelas merugikan pemakai dan negara. Kalau tembakau dan industri rokok, ada nilai ekonomi dan nilai  sosialnya. Beda jauh sekali. Inikan  ada industri tembakaunya dan inikan  jelas bahwa yang namanya tembakau itu ada dampak  positifnya untuk negara, ada menyumbang devisa negara, dan menyumbang kepentingan negara,” tegas anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI Firman Subagyo kepada pers kemarin di Jakarta.

Baca Juga: PROYEK Tol Getaci Berlanjut, Lelang Ulang September 2023, Destinasi Wisata Kawalu Tasikmalaya Bisa Bergeliat

Lebih lanjut Firman Subagyo mengatakan  Mahkamah Konstitusi (MK) sudah membuat kebijakan dengan mengambil keputusan atas gugatan judicial review bahwa tanaman tembakau itu adalah tanaman halal bukan tanaman haram. Bahkan, ketika ada anggota masyarakat yang menggugat industri rokok agar tidak boleh memasang iklan, gugatan itu dibatalkan MK alias ditolak.

“Semua produk yang resmi ada ijin dan sebagainya itu adalah hak asasi manusia. Jadi, tidak ada satupun yang dilanggar industri   rokok maupun tembakau apalagi petani tembakau” papar Firman Subagyo.

Menurut Firman Subagyo, seharusnya pemerintah berkeberatan dengan adanya sisipan pasal yang menyamakan rokok atau tembakau dengan narkoba di RUU Kesehatan. Hal ini karena negara sudah memungut cukai dari rokok yang jumlahnya hampir mencapai Rp 220 triliun, ditambah  pajak-pajak lain dari industri rokok. Firman menyayangkan, Kementrian Kesehatan justru mendukung adanya pasal tersebut.

“Kalau rokok atau tembakau mau disamakan dengan  narkoba pertanyaan saya adalah, kapan narkoba dipakai orang Indonesia? dan kapan orang Indonesia merokok? Kalau dianggap rokok itu mematikan karena asapnya, apakah asap industri tidak lebih bahaya? Apakah asap mobil tidak berbahaya daripada rokok? Bis-bis yang lewat sekali ngepul sudah seperti rumah kebakaran. Kenapa itu tidak? Ini kan ada kepentingan - kepentingan dagang,” tanya Firman Subagyo.

Menurut Firman Subagyo, pihaknya mencurigai ada pihak-pihak tertentu yang ingin menjatuhkan ekonomi nasional, sehingga memasukan sisipan pasal 154 yang intinya berisi penyamaan narkoba dengan tenbakau ataupun rokok,. Padahal pasal tersebut tidak ada dalam rancangan awal dari RUU Kesehatan.

Halaman:

Editor: Yedi Supriadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x