Menurut Anjas, kemungkinan tes tersebut berhubungan dengan Grafologi. Tujuannya bukan untuk menganalisis tulisan saksi apakah ada kecenderungan kriminal atau tidak, tapi lebih kepada mencocokkan antara kertas temuan anjing pelacak yang berisi gambar atau tulisan mirip tulisan dengan saksi siapa.
"Temuan kertas berisi goresan, tulisan, atau gambar, dicocokkan dengan saksi yang pernah diminta untuk menulis, match atau tidak," ujar Anjas.
Ia menjelaskan bahwa hasil tes Grafologi ini bisa masuk alat bukti baik kategori keterangan ahli, surat, maupun petunjuk.
Anjas menegaskan bahwa yang sekarang menjadi fokus penyidikan adalah alat bukti.
Dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Anjas menduga tim penyidik kesulitan mendapatkan alat bukti berupa keterangan saksi yang valid. Karena ada sejumlah saksi yang saling mematahkan.
Menurut Anjas, ada beberapa hal yang bisa memperkuat alat bukti, yaitu hasil autopsi, temuan DNA, sidik jari, ditambah grafologi, tes kebohongan, tes kejiwaan.
"Semua itu bagian dari alat bukti yang dimasukkan ke dalam kategori keterangan ahli, petunjuk, dan surat. Harusnya tim penyidik sudah percaya diri dari tidak bergantung pada keterangan saksi dan keterangan terdakwa," tutur Anjas seraya menyebutkan semua itu merupakan opini pribadinya.