Sidang Kasus Korupsi Aa Umbara, Ahli Solehudin Sebut Bila Tak Penuhi Unsur, Maka Terdakwa Harus Dibebaskan

- 18 Oktober 2021, 16:02 WIB
Suasana persidangan Aa Umbara yang digelar di Pengadilan Tipikor Bandung Rabu 8 September 2021
Suasana persidangan Aa Umbara yang digelar di Pengadilan Tipikor Bandung Rabu 8 September 2021 /yedi supriadi

 

DESKJABAR- Sidang kasus korupsi Aa Umbara, bupati non aktif Kabupaten Bandung Barat (KBB) kembali digelar di Pengadilan Tipikor Bandung pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Senin 18 Oktober 2021.

Dalam sidang kasus korupsi Aa Umbara itu disidangkan secara virtual dengan memeriksa saksi dan saling bersaksi diantara terdakwa Aa Umbara, Totoh Gunawan dan Andri Wibawa.

Sedangkan dalam sidang sebelumnya, Aa Umbara menghadirkan ahli pidana DR Solehudin daru Universitas Bhayangkara dan juga Nanang Sutisna ahli pengadaan barang dan jasa.

Baca Juga: Dadang Suganda Sebut Minat Warga Bandung Pilih Jurusan Perdagangan Internasional Tinggi

Baca Juga: 20 Ucapan Maulid Nabi 2021, 12 Rabiul Awal 1443 H Bisa Kamu Kirim ke Keluarga dan Teman Terdekat

Baca Juga: Dadang Suganda Merasa Senang Dengan Tingginya Animo Mahasiswa Baru Pada Salah Satu Prodi Di Widyatama

Ahli DR Solehudin dihadirkan untuk memberikan keterangan keahliannya di persidangan dibenarkan oleh Rizky Rizgantara, penasehat hukum Aa Umbara. "Iya betul menjadi saksi dipersidangan sebelumnya," ujar Rizky Rizgantara, Senin 18 Oktober 2021.

Menurut Rizky Rizgantara, ahli Solehudin menjelaskan solah delik inti pasal 12 B, yakni setiap gratifikasi dianggap suap, karena bertentangna dengna abatan dan kewajibannya.

Namun menurut Ahli peristiwa hukumnya harus terpenuhi dua duanya dan tidak boleh hanya satu yang terpenuhi.

"Misal si pemberi memberi kepada bupati karena jabatan selaku bupati tapi harus ada juga bupati ketika diberi ada perbuatan yang melawan ataua tidak sesuai kewajibannya.

"Fakta fakta di persidangan perkara ini terkait gratifiskasi itu pertama dari H Totoh Gunawan, pemberiannya saja bupati tolak itu tidak ada pemberian cuma cuma dari H Totoh ke bupati jadi itu tidak terpenuhi 12 B," kata Rizky mengutup keterangan ahli.

Kemudian contoh yang paling ideal itu pemberian misalnya dari kepala dinas ketika di Pangandaran, kemudian dari Agung Maryanto.

Baca Juga: UMRAH DIBUKA LAGI: Di Mekkah Ingin Belanja Oleh-Oleh Menggunakan Bahasa Indonesia, Datang Saja ke Tempat Ini..

Baca Juga: DUA Bulan Kasus Pembunuh Ibu dan Anak di Subang, Ini Kata Terakhir Amel yang Membuat Yosef Menangis

"Jangankan yang berhubungan bupati apalagi yang melawan kewajibannya, orang pemberian aja bupati tidak tahu, faktanya dipersidangan Agung Maryanto kasih pinjem ke putra bupati hanya investasi ke putra bupati tidak berhubungan dengan proyek proyek yang dia kerjakan di PUPR," katanya.

Penasehat Hukum Aa Umbara, Rizky Rizgantara
Penasehat Hukum Aa Umbara, Rizky Rizgantara yedi supriadi

Lalu menurut Rizky Rizgantara, ahli dalam keterangannya sekalipun ada yang terbukti dalam dakwaan ada pemberian dari saksi selain harus berhubungan jabatan juga bupati harus melawan kewajibannya.

Kalau tidak terbukti maka unsur pasal tidak terpenuhi. Kalau tidak ada pasal yang tidak terpenuhi harus dibebaskan dari segala dakwaan.

Rizky Rizgantara juga mencontohkan soal Hernawan Kadinkes KBB yang dimutasi jadi staff ahli.

Baca Juga: DUA Bulan Kasus Pembunuh Ibu dan Anak di Subang, Ini Kata Terakhir Amel yang Membuat Yosef Menangis

Baca Juga: Maulid Nabi Muhammad SAW Tahun 2021, Biografi dan Sejarah Singkat Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Kalau pun ada pemberian dari Hernawan tetap saja bupati merotasinya karena memandang sudah tidak efektif, apalagi ada masukan tim pengkaji ASN.

"Sekalipun ada pemberian dari Hernawan kepada bupati tapi bupati tetap melaksanakan kewajiban yakni merotasinya," ujarnya.***

Editor: Yedi Supriadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x