DESKJABAR- Sidang kasus korupsi Aa Umbara, bupati nonaktif Kabupaten Bandung Barat (KBB) kembali digelar di Pengadilan Tipikor Bandung pada Jumat 15 Oktober 2021.
Dalam sidang yang dipimpin hakim Surachmat tersebut terdakwa Aa Umbara, Totoh Gunawan dan Andri Wibaya dihadirkan secara virtual.
Ketiganya didakwa jaksa KPK kasus korupsi pengadaan bantuan sosial berupa sembako untuk Covid-19 di wilayah KBB.
Baca Juga: Dadang Suganda Sebut Minat Warga Bandung Pilih Jurusan Perdagangan Internasional Tinggi
Dalam sidang kasus korupsi Aa Umbara tersebut dihadirkan ahli konsultan barang dan jasa, Nandang Sutisna.
Dalam keterangannya di depan persidangan Nandang Sutisna menyatakan bahwa bupati adalah bukan organisasi pengadaan barang dan bukan pejabat pengadaan.
Jadi bila dikaitkan dakwaan jaksa KPK terhadap Aa Umbara yakni pasal 12 hurup I Undang Undang Tipikor, Aa Umbara tidak dapat dipersalahkan karena bukan orang yang dimasuk dalam kriteria masuk pasal tersebut yang dibebani fungsi pengawasan.
Seperti diketahui Aa Umbara didakwa pasal 12 huruf I berbunyi setiap penyelenggara negara atua pegawai negeri yang mengawasi terkait pengadaan dan turut serta dalam pengadaan dan pemborongannya.
Ahli Nanang Sutisna menjelaskan bahwa bupati itu bukan organisasi pengadaan karena bupati berada di tataran wilayah penganggaran.
Baca Juga: Novel Baswedan Jadi YouTuber, Segini Jumlah Subscriber
Baca Juga: Novel Baswedan : di Indonesia Banyak Pihak Menciptakan Framing atau Stigma Jungkir Balik
Jadi kalau sudah tahap pengadaan dan pelaksanaan sebuah proyek, sudah lepas hak dan bukan kewenangan bupati.
Sedangkan menurut Rizky Rizgantara, penasehat hukum Aa Umbara, bila bupati bukan pejabat pengadaan, dan didakwa jaksa bupati menunjuk Totoh Gunawan dan Andri Wibawa sebenarnya dalam kontek ini secara formal, bupati tidak punya hak menunjuk penyedia.
Namun demikian jika bupati merekomendasikan sesuai keterangan saksi PPK, saksi Kepala Dinas, bupati sifatnya hanya merekomendasikan.
"Sesuai keterangan ahli di persidangan bahwa hal itu adalah fungsi kordinasi pimpinan dan staf karena itu merupakan leading sektor nya memang kepala dinas dalam hal ini dinas sosial," katanya.
Dan menurut ahli juga fungsi kordinasi bupati memberikan rekomendasi saran diperbolehkan dan pada prinsipnya yang menunjuk PPK dan sepanjang tujuan pengadaan tercapai tidak menjadi masalah.
Baca Juga: Hampir 2 Bulan, Pelaku Intelektual Kasus Pembunuh Ibu dan Anak di Subang Adalah Orang Dekat Korban
Di persidangan, ahli Nanang Sutisna saat disinggung jaksa KPK soal peminjaman bendera pada prinsipnya jika ada pelanggaran dalam kontek pengadaan bukanlah bupati yang bertanggungjawab tapi seharusnya PPK.
Karena bupati bukan pejabat atau organisasi pengadaan. Jadi bupati tidak dapat dipersalahkan dalam kontek pasal 12 huruf I jika dalam proses pengadaan adanya pelanggaran secara pidana.***