Ikan ikan tersebut adalah ikan kaca-kaca (Parambassis siamensis), ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys spp.), dan ikan bawal (Colossoma macropomum).
Menurut Novia jenis jenis ikan tersebut adalah musuh bersama yang harus segera diberantas.
Meski begitu papar Novia, Ikan Red Devil dianggap paling meresahkan diantara jenis ikan lainnya karena memiliki sifat yang paling agresif, adaptasi tinggi, dan pertumbuhan paling cepat.
Novia juga mengatakan bahwa ikan Red Devil tidak diminati nelayan karena sering merusak jaring dan kurang memiliki nilai ekonomi.
“Ikan Red Devil ini tidak diminati nelayan karena dapat merusak jaring nelayan. Selain itu harga jualnya sangat rendah hanya sekitar Rp2.000-Rp3.000 per kilogram, bahkan di beberapa lokasi tidak memiliki nilai jual,” ungkap Novia dalam rapat koordinasi pengelolaan sumber daya ikan Danau Toba di kantor Bupati Samosir, 14 Juni 2022 lalu.
Lebih lanjut Novia mengatakan strategi jangka pendek untuk mengatasi ikan invasif tersebut dengan metode eradikasi, melalui penangkapan ikan secara masal untuk non-konsumsi, menggunakan alat penangkapan ikan bubu yang dinilai efektif.
“Kita juga dorong nelayan bermitra dengan pelaku usaha pengolahan tepung ikan. Bantuan pemerintah sesuai aturan yang berlaku berupa alat penangkapan ikan bubu maupun mesin pakan ikan juga menjadi alternatif dalam meningkatkan minat masyarakat untuk menangkap ikan red devil di Danau Toba,” papar Novia.
Sementara langkah lainnya menurut Novia berupa penebaran ikan asli atau endemik, penguatan reservaat dan atau pembuatan ekosistem konservasi buatan (Special Area for Conservation and Fish Refugia / SPEECTRA) juga dapat menjadi pilihan.