DESKJABAR - Anjas Asmara, seorang akademisi yang bermukin di Thailand, menyoroti kasus tewasnya Brigadir J di rumah Kadiv Propam Polri, Irjen Pol. Ferdi Sambo pada 8 Juli beberapa waktu lalu.
Anjas membahas soal keluhan dari tim kuasa hukum keluarga Brigadir J, yang diinisiasi oleh Kamarudin Simanjuntak, terkait aksi peluk memeluk antara Kadiv Propam Polri, Irjen Pol. Ferdy Sambo dengan Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol. Fadil Imran beberapa saat setelah insiden ini mencuat ke publik.
Sekitar beberapa hari lalu hampir semua media masa di Indonesia, terlihat rekaman gambar itu Kadiv Propam (Irjen Pol. Ferdy Sambo) memeluk Kapolda Metro Jaya (Irjen Pol. Fadil Imran) dengan nangis dan sebagainya.
Mungkin saja dengan adegan itu, kata Anjas, menunjukkan bahwa dibalik kasus ini pun ada sisi humanisnya.
"Dari sisi humanis, seorang jenderal pun manusia, bisa nangis, sedih, puya rasa, sakit hati, itu hal yang wajar," jelasnya.
"Ini sebenernya menurut aku adalah strategi yang cukup keliru diambil," tambah Anjas.
Pasalnya, hal tersebut malah bisa tambah menjadi efek membahayakan, melahirkan olok-olok publik, tidak hanya bagi Kadiv Propam (Irjen Pol. Ferdy Sambo), Kapolda Metro Jaya (Irjen Pol. Fadil Imran), tapi juga untuk institusi kepolisian.
"Kalau secara hukum jadi boomerang. Ini jadi salahsatu alasan, kenapa pengacara Brigadir J (Kamarudin Simanjuntak mengatakan) tidak tepat Kapolda Metro Jaya (Irjen Pol. Fadil Imran) yang harusnya menangani kasus ini, apalagi ada adegan, katanya malah main Teletubbies, peluk-pelukan sama Kadiv Propam," kata Anjas berceloteh.