كُنْتُ أَفْتِلُ قَلاَئِدَ هَدْيِ رَسُولِ اللهِ ثُمَّ يُقَلِّدُهاَ بِيَدِهِ ثُمَّ يَبْعَثُ بِهَا وَلاَ يُحْرِمُ عَلَيْهِ شَيْءٌ أَحَلَّهُ اللهُ لَهُ حَتىَّ يَنْحَرَ الهَدْيَ
“Aku pernah menganyam tali kalung hewan udhiyah Rasulullah saw, kemudian beliau mengikatkannya dengan tangannya dan mengirimkannya dan beliau tidak berihram (mengharamkan sesuatu) atas apa-apa yang dihalalkan Allah SWT, hingga beliau menyembelihnya,” (HR. Bukhari Muslim).
Hadist ini meriwayatkan Rasulullah SAW pernah menyuruh Aisyah ra merawat binatang qurbannya dan mengalunginya aksesoris hingga hari penyembelihan qurban.
Ketika tiba waktu penyembelihan, Nabi membawa domba itu hingga memotongnya dan Aisyah tidak pernah dilarang memotong rambut dan kuku.
Kemudian ulama Syekh Wahbah al-Zuhayli memilih pendapat hukum mencukur rambut bagi muslim yang akan qurban adalah makruh, oleh karena itu sebaiknya tidak dilakukan.
Dijelaskannya, salah satu hikmah dari hukum makruh ini adalah suasana ihram yang dilakukan orang yang sedang menunaikan ibadah haji dirasakan juga oleh yang tidak berhaji.
Kendati makruh mencukur rambut dan memotong kuku, tak dilarang untuk memakai parfum, memburu binatang dan jimak sebagai mana orang yang tengah melaksanakan ibadah haji.
Syek Wahbah al-Zuhayli pun menyarankan agar anggota keluarga seperti istri dan anak, sebaiknya ikut menjaga rambut, bulu dan kukunya untuk tidak dipotong sampai hewan qurbannya disembelih.
Demikian penjelasan Komisi Fatwa MUI Sulawesi Selatan tentang hukum cukur rambut dan potong kuku bagi muslim yang hendak qurban.***