Ribut Omnibus Law UU Cipta Kerja, Mantan Kapolda Jabar dan Kadiv Humas Polri Anton Charliyan Heran

- 15 Oktober 2020, 11:58 WIB
ANTON Charliyan.***
ANTON Charliyan.*** /

DESKJABAR – Aksi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja yang marak di Tanah Air, mendapat sorotan dari mantan Kapolda Jabar dan Kadiv Humas Polri Irjen Pol (Purn) Anton Charliyan. Terlepas dari benar dan salah, baik dan buruk. merugikan atau tidak. suara untuk rakyat atau bukan,tegas Anton, aksi itu terkesan terlalu dibesar-besarkan.

Menurut dia, sebuah undang-undang  ketika masih jadi RUU sebelum  diputuskan diketok palu, sudah pasti melalui proses yang sangat panjang,  melalui kajian. diskusi , seminar dll. Bahkan DPR sendiri telah puluhan kali melakukan siding. Mulai dari sidang internal, sidang komisi  sidang pleno sampai dengan Sidang Paripurna dan seterusnya sebelum sampai pada tahap terakhir finalisasi.

“Yang diherankan dan jadi pertanyaan saya, pada kemanakah mereka yang saat ini  ramai-ramai demo, pada saat proses itu ?”, kata Anton kepada DeskJabar, Kamis, 15 Oktober 2020.

Baca Juga: Sehari Setelah Naskah Berada di Istana, Baru Dua Pemohon yang Meminta Judicial Review

Baca Juga: Prihatin, 806 Pelajar Terlibat dalam Demontrasi Tolak Omnibus Law

Jika mereka bilang tidak tahu, lanjut pendiri sekaligus Forum Silaturahmi Sunda Sadunya (FS3), adalah “bullshit”. Karena, di DPR itu hadir seluruh komponen wakil rakyat se-Nusantara, baik dari kalangan parpol , daerah, suku, agama,  budaya, termasuk  ormas, komunitas hingga perkumpulan. Semua ikut terlibat tanpa ada satu orang anggota pun yg tidak diundang dan diberi tahu. Kalau mereka mau kritis dan peka, kata dia, tinggal kasih tahu komunitasnya masing-masing  saat itu juga (waktu pembahasan –red) untuk menyampaikan keberatan-keberatannya.

“Justru saya merasa aneh. Kenapa baru ramai (demo) setelah (Omnibus Law UU Cipta Kerja)  diketok dan disyahkan.  Seolah-olah  skenarionya memang  sengaja dibiarkan  dijebak, agar  masuk got dan selokan dulu. Baru setelah itu disalahkan ramai-ramai. ditimpuk dan digebuki dari segala arah”, ujarnya.

Sosok yang akrab dipanggil Bah Anton ini juga menyoroti agenda aksi yang menurut pengamatannya, pelakunya bukan lagi dari kalangan buruh.Masih mending dan masih bisa dipahami jika mahasiswa ikut campur sebagai bentuk kepedulian. Tapi ada hal yang lebih tidak masuk akal karena yang melakukan demo itu malah dari kalangan yang selama ini selalu membawa-bawa  bendera agama yang nota bene merupakan BSH (Barisan Sakit Hati).

Baca Juga: Shin Tae yong : Masih Banyak Kekurangan, Pemain Belum Menunjukkan Performa Terbaik

“Selama ini mereka selalu mencari gara-gara dan bikin gaduh. Apa pula hubungan langsung antara buruh dan agama ? Sepengetahuan saya dalam perjuangan agama itu harus dimasimalkan dalam hal syiar dan dakwahnya. Bukan aksi dan demo karena tidak ada dalam sejarah atau riwayat Baginda Rosul memperjuangan Islam dan kebenaran melaui cara aksi dan berdemo”, papar Anton,

Lebih jauh Bah Anton menenggarai, yang terselip dalam tuntutan aksi sebenarnya bukan soal Omnibus Law UU Cipta Kerja lagi, tapi menurunkan Jokowi. Lakukan terus aksi demo sampai Jokowi  lengser. Di negara kita, jelas Anton, terkadang aneh. DPR yang berbuat , DPR yang ketuk palu ,  kok Presiden yang  jadi salah.

“Dari sini semakin jelas bahwa Ombibus Law UU Cipta Kerja hanyalah sebagai  triger pemicu saja. Tema yang dijadikan bahan demo tak begitu  penting. Apakah benar atau salah,  untuk  kepentingan rakyat atau bukan. Ujung-ujungnya di setiap aksi tuntutanya tetap saja sama, turunkan Jokowi. Dengan analisis yang sederhana ini, masihkah kita percaya bahwa mereka (menurut Anton kelompok BSH  --red) itu memperjuangkan Ombibus Law?”, katanya.

Ketimbang melakukan aksi demo yang rawan ditunggangi kelompok yang tidak bertanggungjawab, pesan Anton, mending semua energi elemen masyarakat bersama-sama bahu membahu membantu pemerintah menyelamatkan bangsa ini yang sedang konsentrasi melawan musuh bersama, Pandemi Covid -19.***

Editor: Zair Mahesa


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah