WOW!, Estimasi Biaya Penanganan Gangguan Jiwa Capai Rp 87,5 Triliun, Pakar Unpad Kembangkan Aplikasi Stress

- 1 Juni 2023, 10:15 WIB
Guru Besar Unpad mengestimasi biaya penanganan gangguan jiwa bisa mencapai Rp 87,5 triliun per tahun.
Guru Besar Unpad mengestimasi biaya penanganan gangguan jiwa bisa mencapai Rp 87,5 triliun per tahun. /Pexels/Mart Production/

 

DESKJABAR – Wow!, Estimasi biaya langsung penanganan gengguan jiwa tahunan di Indonesia bisa mencapai 6,2 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 87,5 triliun. Jumlah yang sangat besar. Hal itu dikemukakan Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof. Irma Melyani Puspitasari, M.T., PhD.

Estimasi itu berdasarkan penelitian yang dilakukan Prof Irma bersama timnya pada tahun 2020. Dia bersama timnya juga telah mengembangkan sebuah aplikasi untuk membantu masyarakat dalam merespon tingkat stress seseorang.

Baca Juga: BERKAT Kelapa Sawit, Startup Kimia ITB Greenlabs, Raih Penghargaan Real Tech Holding Singapore Award

Pengembangan aplikasi stress ini sebagai upaya untuk meningkatkan perspektif menjadi positif, pengetahuan yang lebih baik, dan juga sikap positif dari masyarakat, yang salah satu caranya adalah melalui media sosial.

Jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia sendiri dalam sebuah survey memperlihatkan adanya tren peningkatan terutama saat terjadinya Pandemi Covid-19.

Sementara hasil survey yang dilakukan Indonesia National Adolscent Mental Health Survey (I-NAMHS) yang dirilis tahun lalu, menyatakan 1 dari 3 remaja berusia 10-17 tahun di Indonesia memiliki masalah kesehatan jiwa.

Penderita Gangguan Jiwa di Indonesia

Survey kesehatan mental yang dilakukan I-NAMHS dilakukan secara nasional untuk mengukur angka kejadian gangguan mental pada remaja 10 – 17 tahun di Indonesia. Hasil survey menunjukkan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental, sementara satu dari dua puluh remaja Indonesia memiliki gangguan mental dalam 12 bulan terakhir.

Angka ini setara dengan 15,5 juta dan 2,45 juta remaja. Remaja dalam kelompok ini adalah remaja yang terdiagnosis dengan gangguan mental sesuai dengan panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Edisi Kelima (DSM-5) yang menjadi panduan penegakan diagnosis gangguan mental di Indonesia.

“Remaja dengan gangguan mental mengalami gangguan atau kesulitan dalam melakukan kesehariannya yang disebabkan oleh gejala gangguan mental yang ia miliki,” terang Prof. dr. Siswanto Agus Wilopo, SU, M.Sc., Sc.D., Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM yang merupakan peneliti utama I-NAMHS, seperti dikutip dari laman ugm.ac.id.

Baca Juga: KAPAN Tol Getaci Seksi 2 Dimulai? Berikut Daftar Desa yang Segera Menerima UGR di Bandung dan Garut

Sementara itu, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Maria Endang Sumiwi mengungkapkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir presentase masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan mental meningkat.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kementerian Kesehatan tahun 2018 menunjukkan prevalensi Rumah Tangga dengan anggota menderita gangguan jiwa skizofrenia meningkat dari 1,7 permil menjadi 7 permil di tahun 2018.

Gangguan jiwa emosional pada penduduk usia dibawah 15 tahun, juga naik dari 6,1% atau sekitar 12 juta penduduk (Riskesdas 2013) menjadi 9,8% atau sekitar 20 juta penduduk.

“Kondisi ini diperburuk dengan adanya COVID-19. Saat pandemi, masalah gangguan kesehatan jiwa dilaporkan meningkat sebesar 64,3% baik karena menderita penyakit COVID-19 maupun masalah sosial ekonomi sebagai dampak dari pandemi,” katanya.

Estimasi Biaya yang Fantastis

Sementara itu dikutip dari laman unpad.ac.id, Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Prof. Irma Melyani Puspitasari, M.T., PhD, memperkirakan, total estimasi biaya langsung tahunan untuk gangguan kesehatan jiwa di Indonesia mencapai Rp 87,5 triliun atau sekitar 6,2 miliar dolar AS.

Baca Juga: BARU Rilis 31 Mei 2023, Inilah Daftar Weapon Update Free Fire Terbaru, M1887, Bison, MP40 Terkena Penyesuaian

Hal tersebut disampaikan Prof. Irma saat menjadi pembicara pada diskusi Satu Jam Berbincang Ilmu “Profil dan Biaya Pengobatan Gangguan Kesehatan Jiwa di Indonesia” yang dilaksanakan Dewan Profesor Unpad secara daring, Sabtu 27 Mei 2023.

Biaya sebesar itu, menurut Prof. Irma, merupakan estimasi prevalensi gangguan kesehatan jiwa, mencakup gangguan skizofrenia, bipolar, depresi, dan gangguan kecemasan selama setahun.

Adapun rincian estimasi biaya langsung tahunan yang diperlukan untuk setiap bentuk gangguan jiwa adalah :

  • Skizofrenia : Rp 1,5 triliun
  • Gangguan bipolar : Rp 62,9 triliun
  • Depresi : Rp 18,7 triliun
  • Gangguan kecemasan : Rp 4,2 triliun

Prof.Irma memaparkan bahwa pada 2018, sekitar 470 ribu orang di Indonesia mengalami skizofrenia. Selanjutnya, gangguan bipolar, depresi, dan gangguan kecemasan dialami oleh sekitar 19 juta orang di Indonesia. di Indonesia dengan asumsi semua pasien mematuhi perawatan medis dalam setahun.

Guru Besar Unpad itu menambahkan bahwa dari hasil penelitian pada tahun 2020, diperoleh  hasil bahwa biaya rata-rata pengobatan skizofrenia untuk satu tahun itu sekitar Rp 3,3 juta. Sementara untuk gangguan bipolar sekitar Rp 17,9 juta, depresi sekitar Rp 1,6 juta per tahun dan gangguan kecemasan Rp 1,1 juta.

Estimasi penghitungan ini didasarkan pada Burden of Disease (BOD) atau cost of illness. Pada studi cost of illness ada beberapa biaya yang dapat diikutsertakan, yaitu biaya langsung, biaya tidak langsung, dan biaya intangible.

“Biaya langsung biasanya berupa biaya obat, biaya konsultasi dokter, dan biaya administrasi. Biaya tidak langsung itu kerugian produktivitas karena tidak bekerja dan juga ada biaya intangible,” jelas Prof. Irma.

Aplikasi Stress

Prof. Irma mengemukakan bahwa estimasi biaya kesehatan jiwa ini sebenarnya akan lebih rendah, karena tidak semua individu dengan gangguan jiwa di Indonesia mencari pertolongan untuk kondisinya atau patuh berobat. Data Riskesdas melaporkan bahwa hanya sembilan persen pasien depresi di Indonesia yang mendapatkan pengobatan.

Baca Juga: Nama Wakil Ketua DPRD Jabar Disebut Sebut Terlibat Dugaan Korupsi Dana Hibah oleh Terdakwa di Sidang

“Hal ini mungkin terjadi karena pengetahuan tentang kesehatan jiwa yang kurang baik, sikap negatif terhadap pengobatan, efek samping pengobatan, efek terapeutik yang buruk, serta adanya stigma di masyarakat,” kata Prof. Irma.

Ditambahkan, Prof. Irma juga mengadakan survei tentang persepsi, pengetahuan, serta sikap terhadap gangguan kesehatan jiwa dan pengobatannya kepada para mahasiswa. Hasilnya, 51,29 persen mahasiswa masih memiliki perspektif negatif terhadap gangguan kesehatan jiwa dan pengobatannya.

Karena itu, Prof. Irma menyampaikan bahwa promosi kesehatan tentang gangguan kesehatan jiwa harus dilakukan untuk meningkatkan perspektif menjadi positif, pengetahuan yang lebih baik, dan juga sikap positif dari masyarakat dan salah satu caranya adalah melalui media sosial.

Untuk itu, Prof. Irma bersama tim juga mengembangkan aplikasi “De-stres” untuk memantau stress level dan deteksi dini dari gangguan kesehatan jiwa di Indonesia.

Aplikasi ini dapat mengukur tingkat stress dan membantu orang mengenali respon tubuh terhadap stress serta deteksi dini gangguan kesehatan jiwa seseorang. “Aplikasi ini sudah terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan telah diunduh lebih dari 1.800 pengguna,” jelas Prof. Irma. ***

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: Unpad.ac.id ugm.ac.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x