Pertanian Jawa Barat Genjot Bahan Ramah Lingkungan untuk Efisiensi dan Dampak Kenaikan Harga BBM

- 7 September 2022, 15:52 WIB
Petani padi Jawa Barat mengolah sawah di Tasikmalaya, diperkirakan juga terdampak kenaikan harga bahan bakar minyak.
Petani padi Jawa Barat mengolah sawah di Tasikmalaya, diperkirakan juga terdampak kenaikan harga bahan bakar minyak. /Kodar Solihat/DeskJabar

DESKJABAR – Usaha pertanian di Jawa Barat terus diarahkan penggunaan bahan-bahan ramah lingkungan, untuk pemulihan kesuburan tanah, peningkatan produktivitas, serta mengurangi dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) solar.

Adalah usaha pertanian padi sebagai penghasil beras, dimana di Jawa Barat penggunaan bahan-bahan ramah lingkungan,  berupa pupuk organik dan agensi hayati, terus disosialisasikan.

Diketahui, kenaikan harga BBM solar diprediksi berdampak kepada kenaikan biaya produksi pertanian padi, misalnya pengolahan tanah menggunakan traktor, mesin pengering gabah, mesin pemanen, ongkos angkut truk, biaya produksi beras di penggilingan padi, dsb.

Baca Juga: Pertanian, Efek Harga BBM Solar Naik, Harga Beras Bisa Menjadi Mahal, dan Ancaman Krisis Pangan Global

Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat, Ir Dadan Hidayat, Msi, di Bandung, Rabu, 7 September 2022, mengatakan, bahwa melihat perkembangan banyak berita, diyakini efek kenaikan harga BBM bakal berimbas kepada semua hal, termasuk pertanian.

Sejauh ini, katanya, dampak kenaikan harga BBM, khususnya solar untuk usaha pertanian, misalnya padi, belum dapat tergambar sampai seberapa besar.

“Tetapi, yang namanya efisiensi usaha pertanian, itu harus dilakukan. Penggunaan bahan-bahan ramah lingkungan, termasuk agensi hayati terus dilakukan untuk usaha pertanian di Jawa Barat,” ujar Dadan Hidayat, ketika dikonfirmasi DeskJabar.

Baca Juga: Burung Hantu Sukses untuk Mengendalikan Hama Tikus, Selamatkan Panen Padi di Ujungjaya, Sumedang

Disebutkan, bahwa penggunaan agensi hayati ditekankan untuk pengendalian penyakit tanaman.

Juga terus disosialisasikan penggunaan bahan-bahan untuk menyuburkan tanah, misalnya PGPR (plant growth promoting rhizobacteria) alias bakteri yang menguntungkan menyuburkan tanah, musuh alami, dan pestida nabati, dengan sumbernya ada di sekitar kawasan pertanian pula.

Menurut Dadan Hidayat, di seluruh Jawa Barat, para petugas pengendali organisme pengganggu tumbuhan (POPT) dan petugas penyuluh lapangan, berinovasi dengan memanfaatkan agensia hayati untuk pengendalian hama dan penyakit.

Baca Juga: Di Majalengka, Burung Emprit Dikonsumsi, Wisata Alam dan Pengendalian Hama Pertanian Padi

Yang tinggal diperlukan dari petani sendiri, kata Dadan Hidayat, adalah keyakinan para petaninya sendiri. Sebab, bahan-bahan ramah lingkungan sebenarnya murah dan ampuh untuk mengendalikan hama dan penyakit.

Bahkan, para petugas POPT dan penyuluh lapangan juga membantu petani dengan memberkan contoh pembuatan pupuk organik, kompos, dsb, untuk menggantikan bahan-bahan kimia, seperti pupuk dan obat-obatan.

“Jawa Barat harus bisa dikenal sebagai penghasil usaha pertanian pangan ramah di kantong, ramah lingkungan, dan ramah konsumsi,” kata Dadan Hidayat.

Baca Juga: Burung Hantu Selamatkan Hasil Panen padi Miliaran Rupiah. Begini Cara Membuat Rumah Burung Hantu yang Benar

Diketahui, Jawa Barat masih menjadi salah satu lumbung pangan nasional, terutama padi dan beras.

Untuk memacu kembali produktivitas tanaman padi, salah satu kuncinya adalah pemulihan kesuburan tanah. Dengan kondisi tanah kembali subur dan sehat, maka kandungan unsur hara kembali banyak, sehingga kemampuan berproduksi kembali bagus.

Pada berbagai kawasan pertanian di Indonesia, termasuk Jawa Barat, sudah jenuh bahan sisa pupuk kimia. ***

 

 

 

 

 

Editor: Kodar Solihat

Sumber: Wawancara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x