Ia pun tidak bisa menutup mata dengan berbagai hal yang sudah tersebar di media massa, termasuk saksi yang sudah mengeluarkan pernyataan masing-masing.
Anjas lalu membahas kembali soal alat bukti dalam suatu tindak pidana. Kata dia, untuk menentukan alat bukti, tidak harus sesuatu yang kasat mata.
Ia lalu mengutip Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
"Untuk menentukan tersangka dibutuhkan dua alat bukti, bukan barang bukti. Kita saja yang di media massa, netizen, citizen journalist, melihat ada beberapa hal yang bisa mengarah ke alat bukti. Tapi keterangan polisi akhir tahun lalu, belum menemukan alat bukti malah mengeluarkan sketsa wajah," tuturnya.
Anjas tidak mengerti apakah keluarnya sketsa terduga pembunuh merupakan sebuah tanda mendekati tertangkapnya tersangka pelaku dan eksekutor, ataukah justru tanda berakhirnya kasus Subang.
Menurut Anjas, ada beberapa kasus yang berakhir pada saat penyidik mengeluarkan sketsa. Karena orangnya masuk daftar pencarian orang (DPO), artinya harus ditangkap dulu orangnya, baru dikembangkan dengan temuan-temuan berikutnya.
"Kalau orang yang jadi DPO tidak tertangkap, ya sudah kasus ini menguap begitu saja," ucap Anjas.
Anjas pun kembali mengingatkan bahwa yang dipertaruhkan bukan hanya nama Polda Jabar, tetapi polisi secara umum.
"Temuan sidik jari, DNA, jejak-jejak, hasil dua kali autopsi, apakah tidak ada yang merujuk ke alat bukti?" ujar Anjas.