DESKJABAR – Tasikmalaya memiliki banyak nama daerah dengan nama gunung. Sebut saja Gunung Pereng, Gunung Singa, Gunung Sabeulah, Gunung Lipung, Gunung Ceuri, Gunung Huni, Gunung Ceuri, Gunung Gadog, Gunung Jembar dll.
Bisa jadi jaman dulu kala kota purbakala Tasik ditutupi pegunungan. Konon kata Tasik memiliki arti danau atau telaga.
Di daerah Tasik dulu terdapat danau yang bertebaran. Namun secara bahasa Sunda, Tasikmalaya mungkin juga mengandung arti keusik ngalayah, bermakna banyak pasir di mana-mana.
Saya dilahirkan dan dibesarkan di kawasan pengrajin payung di Tasikmalaya bernama Babakan Payung.
Saat bermain ke daerah uwak di kawasan Jl. Selakaso Tasikmalaya, saya sering melewati para pengrajin payung ini menjemur payung yang terbuat dari kertas.
Sayang popularitas kota Tasikmalaya sebagai pengrajin payung kertas kini semakin memudar.
Sebagai upaya melestarikan dan memunculkan kembali payung Tasik, Pemkot Tasikmalaya memasang payung-payung hias di Taman Kota yang letaknya berada di depan Masjid Agung Tasikmalaya.
Dari daerah Babakan Payung ini pun banyak para pengusaha keturunan yang menjadi pengusaha kue basah. Mereka memasoknya ke toko kue terkenal di Kota Tasikmalaya.
Salah satu pengrajin kue yang terkenal di Jl. Babakan Payung adalah, Babah Siang –Kang yang menjual kue Bika Ambon.
Kue olahannya seingat saya sangat laku, banyak pembeli datang ke rumahnya untuk membeli Kue Bika Ambon.
Papah Siang-Kang demikian kami para tetangga memanggilnya sangat baik.Saya sering diberinya kue bika ambon beliau yang sangat terkenal.
Kakek dan nenek dari ibu adalah pedagang “barabadan “ terkenal di Jalan Selakaso Tasikmalaya.
Baca Juga: TERBARU! CARA DAFTAR Kartu Prakerja lewat HP di Link prakerja.go.id, Segera Biar dapat uang 600 Ribu
Dagangannya terdiri dari gulungan benang, doran pacul, keset, sapu ijuk, telebug, tambang, papan cucian, batu asahan, bakiak, telebug, nyiru, tampah, tetenong, samak dll.
Saya sangat hapal dengan barang-barang barabadan tersebut karena saat kelas dua di Sekolah Menengah Pertama, saya sering menjaga dan membantu kakek menunggu jualannya
Kurang lebih dua hingga empat jam saya kecil membantu kakek berjualan, caranya ya menunggu di depan jualan kakek apabila ada pembeli datang.
Setiap selesai membantu dagangan kakek saya siap-siap diberinya uang jajan sebesar Rp 200 rupiah.
Uang itu kemudian saya belikan kue Balok yang lokasinya dekat dengan toko onderdil di Jl. Selakaso Tasikmalaya.
Selain Kue Balok, disini pembeli juga bisa mencicipi Kopi panas buatan si emak yang sangat ramah saat melayani seluruh pelanggannya.
Di Jl.Selakso dekat si emak berjualan kue Balok ada beberapa tukang jahit baju yang masih menggunakan mesin jahit engkol,diputar dengan tangan.
Mamang-mamang ini biasanya marema menjelang lebaran datang.
Saya kecil sudah jarang minta uang kepada orang tua. Karena kakek nenek saya siap memberi saya uang jajan jika saya membantunya jualan.
Selain membantu jualan, saya juga membantu mengisi bak mandi dengan cara menimba dari sumur tua yang sangat dalam.
Selanjutnya disuruh belanja kebutuhan sehari-hari ke Toko kelontong yang terkenal di Jl. Pasar Wetan, Toko Kuda Lari, tau ke Toko Cap Bango.
Pagu hari setelah beres-beres membuka “gebyok” toko, saya disuruh membeli soto sapi ke Jalan Empang dan ke Jalan Pataruman.
Untuk membawa Soto tersebut nenek memberikan saya rantang dari bahan alumunium, lengkap dengan tentengan kawat.
Bersambung ***