Network
DESKJABAR – Tulisan ini dibuat sebagai upaya menolak lupa pada ingatan penulis yang dilahirkan di Kota Tasik.
Banyak kisah penulis yang dituangkan dalam tulisan bersambung ini semoga bisa membuka ruang nostalgia anda pada Kota Tasikmalaya. Selamat menyimak.
Semasa kecil keluarga kami menempati rumah di Jl. Babakan Payung I Kota Tasikmalaya, kami masih ingat saat itu tahun 1960-an. Rumah tersebut sekarang sudah berubah fungsi, rumah yang penuh kenangan.
Saat membayangkan rumah ini, satu persatu wajah-wajah teman kecil bermunculan, di jalanan ini kami kecil bermain bola, terkadang bermain bola disaat hujan turun sambil telanjang dada.
Baca Juga: 5 Rekomendasi Wisata Bandung Terbaru 2022, Paling Instragramable dan Hits, Bikin Piknik Tambah Seru
Malam harinya kami bermain “Gampar” yang merupakan permainan tradisional beregu dengan menggunakan batu berbentuk pipih dan batu kojonya disimpan dalam posisi berdiri. Kemudian tim lawan bertugas melempar batu kojo agar bisa jatuh.
Jika bulan purnama tiba, kami sering bermain “rerebonan” atau “baren” dan Galah Sodor, yaitu permainan beregu dengan membentuk formasi benteng, dimana lawan main yang akan masuk ke dalam benteng kita harus dijaga ketat oleh tim lawan.
Permainan tradisional tempo dulu diciptakan penuh dengan siloka atau makna tertentu.
Saya dilahirkan pada tahun 1968 di tempat praktik Bidan Suryamah, akrab dipanggil Bidan Mamah (jaraknya hanya terhalang 4 rumah).
Tempat praktik Bidan Suryamah ini di belakang Gereja Kristen Indonesia yang berhadapan dengan terminal Bus Gunung Pereng.
