Kasus Musibah Longsor Sumedang : Polisi Temukan Dugaan Adanya Keteledoran Pengembang Perumahan

23 Januari 2021, 14:57 WIB
Kapolres Sumedang AKBP Eko Prasetyo Robbyanto /Ade Hadeli

DESKJABAR- Kejadian musibah bencana alam longsor Sumedang dinilai tidak hanya karena faktor alam semata, tapi diduga ada keteledoran dari pengembang perumahan di sekitar lokasi longsor di Desa Cihanjuang Kecamatan Cimanggung Kabupaten Sumedang.

Akibat longsor tersebut sedikitnya 40 orang meninggal dunia akibat tertimbun longsor dan ratusan penduduk terpaksa harus direlokasi dari tempat pemukiman tersebut.

Kapolres Sumedang AKBP Eko Prasetyo Robbyanto mengatakan, kejadian tanah longsor di Desa Cihanjuang, Kec. Cimanggung dari hasil pengecekan sementara, ditemukan beberapa dugaan penyebabnya.

Baca Juga: Di Kabupaten Pangandaran Tunjangan dan Bantuan Desa akan Ditunda, Mengapa?

Seperti, pertama adanya beberapa saluran air atau drainase buatan yang belum di tembok. Drainase tersebut, kata kapolres, airnya mengalir dari perumahan SBG dan Perumahan Kampung Geulis tepat di atas TKP longsor.

Aliran air di drainase tersebut, selanjutnya kembali mengarah ke satu selokan yang kemudian mengalir ke sungai yang lebih besar.

Ketika hujan lebat dan debit air besar, maka drainase buatan yang belum ditembok tersebut mengalami resapan.

Sehingga, membuat struktur tanah menjadi tidak stabil dan runtuh, serta longsor hingga menimpa rumah warga di Perumahan Pondok Daud yang berada di bawahnya.

Baca Juga: Liga Indonesia 2021 Bergulir, Robert Rene Albert Ingin Komposisi Pemain Persib Tetap Utuh

Dikatakan Kapolres Eko, didapatkan juga keterangan jika perumahan SBG tidak memiliki TPT di sepanjang jalur longsoran tersebut.

Kemudian, didapatkan keterangan lain terkait adanya penebangan pohon di lahan lereng antara Perumahan SBG dan Perumahan Pondok Daud oleh pengembang Perumahan Kampung Geulis, untuk dijadikan jalan.

Berkaca dari itu, maka kekuatan lereng disana menjadi tidak stabil.

Baca Juga: Buronan Korupsi 548 Miliar Ditangkap Saat Liburan, Berada di Villa Mewah di Kuta Bali

"Lokasi longsor di Perumahan SBG dengan pengembang PT. Satria Bumintara Gemilang adalah pola gerakan tanah dengan kemiringan 20% s/d 40%. Dan, yang terkena dampak longsoran yaitu Perumahan Pondok Daud dengan pengembang PT. Amaka Pondok Daud, adalah pola ruang gerakan tanah dibawah 15% dan di sekitar lokasi terdapat pola ruang resapan air," kata kapolres, Sabtu 23 Januari 2021.

Menurut dia, itu sesuai analisa berdasarkan prosedur teknis penyelenggaraan pembangunan perumahan yang pola dan strukturnya berdasarkan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Sumedang pada saat ini.

Dalam RTRW tersebut, dipertegas bahwa kawasan rawan gerakan tanah adalah kawasan yang berdasarkan kondisi geologi dan geografi dinyatakan rawan longsor atau kawasan yang mengalami kejadian longsor dengan frekuensi cukup tinggi.

Baca Juga: Buronan Korupsi 548 Miliar Ditangkap di Bali, Hari Ini Dijebloskan ke Lapas Sukamiskin

Menurutnya, bahwa dalam ketentuan pola ruang gerakan tanah dibawah 40% diperbolehkan pembangunan hunian terbatas dengan ketentuan tidak mengganggu kestabilan lereng, diterapkan sistem drainase yang tepat, meminimalkan pembebanan pada lereng, memperkecil kemiringan lereng, pembangunan jalan mengikuti kontur lereng dan mengosongkan lereng dari kegiatan manusia.

Bahkan, diwajibkan melakukan kajian geologi tata lingkungan atau geologi teknik dasar sebagai dasar pelaksanaan pembangunan.

Masih berdasarkan RTRW Kabupaten Sumedang pada saat ini, kata kapolres, bahwa pola ruang resapan air mempunyai fungsi untuk meresapkan air hujan.

Baca Juga: Banjir Manado: Kekurangan Perahu Karet, BPBD Kesulitan Evakuasi Warga ke Tempat Aman

Sehingga, tempat pengisian air dini yang berguna sebagai sumber air dan dalam ketentuan tidak diperbolehkan untuk hunian.

Menilai fakta tersebut, kata kapolres, bahwa dalam pelaksanaan penyelenggaraan pembangunan perumahan yang dilakukan oleh PT. Amaka Pondok Daud dan PT. Satria Bumintara Gemilang diduga tidak memenuhi persyaratan administratif, teknis dan lingkungan.

Karena, tidak melaksanakan ketentuan untuk melaksanakan upaya menstabilkan lereng dan menerapkan sistem drainase yang tepat.

Baca Juga: Vaksinasi Covid-19 Berikutnya Segera Dilakukan, Ini Kriteria sebelum Divaksin

Sehingga, meminimalkan pembebanan pada lereng dan diduga tidak melakukan kajian geologi tata lingkungan atau geologi teknik dasar sebagai dasar pelaksanaan pembangunan. Sehingga terjadinya dampak terhadap lingkungan berupa tanah longsor.***

Editor: Yedi Supriadi

Tags

Terkini

Terpopuler