Selain itu, lanjut Eka, penetapan hutan jati seluas 235,6 hektar tersebut sebagai kawasan KHDPK juga tidak memiliki dasar hukum, karena yang melakukan penebangan dilokasi tersebut tidak dibekali dengan SK dan Peta Kawasan.
“Kementrian Kehutanan ngak usah ngotot-ngotot merasa lebih benar tentang konsep KHDPK sebab fakta dilapangan seperti ini, hutan menjadi rusak, engga ada ceritanya hutan dibagi-bagi," ujar Eka.
Baca Juga: Kemarau di Jawa Barat 2023, Serangan Tikus Bakal Mengganas ke Pertanian dan Pemukiman ?
Kebohongan publik, hutan menjadi rusak
Sementara itu, Sekretaris FPHJ Thio Setiowekti mengatakan, pernyataan Dirjen KLHK di PTUN Jakarta bahwa KHDPK dengan dalih memperbaiki hutan merupakan kebohongan publik, karena pemantauan di lapangan kondisi hutan menjadi rusak.
"Kejadian di Pemalang (hutan jati rusak) ini harus diusut tuntas," tegasnya.
Thio pun menceritakan hasil investigasi yang dilakukan di Jawa Tengah belum lama ini, di lokasi kawasan IPHPS Perhutani KPH Gundih Desa Genengsari, Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan Jawa Tengah.
"Di lokasi ini lebih mengagetkan lagi, ternyata hutan kayu putih seluas ribuan hektar dengan SK IPHPS berubah fungsi jadi kebun jagung dan disinyalir ada investor dibelakang nya karena dilokasi berdiri sebuah bangunan pabrik," ucap Thio.
Baca Juga: Di Indramayu, Tersedia Banyak Celana Dalam dan Kutang Bekas Gratis, Tapi Ambil di Hutan
Hutan untuk rakyat ?