Tapi ia tepis semua keraguan itu, "Fokus saja perbaiki niat, In Syaa Allah akan dibantu sama Allah", begitu ustadz Nas membujuk hatinya.
Ada lagi pengalaman pesantren lain. Yang kalau biayanya terlalu murah, orangtua juga jadi cemas, "nanti anaknya makannya apa, kualitas pendidikannya gimana?"
Jadi, orangtua yang merasa mampu bayar, malah urung menyekolahkan anak ke konsep pendidikan ala kadarnya seperti itu. Mereka lebih memilih ke sekolah yang dikelola secara profesional.
Di sinilah tantangan ustadz Nas. Di satu sisi, tidak boleh berjual beli dalam pendidikan, di sisi lain, ada tantangan profesionalitas, yang memerlukan biaya tidak sedikit.
Ustadz Nas juga meyakini, santri-santri yang heterogen secara tingkat ekonomi, akan berdampak lebih bagus dibandingkan dengan yang homogen.
Misalnya, anak yatim, dhuafa, menengah, orang kaya, dikumpulkan menjadi satu, agar saling berinteraksi.
Baca Juga: Jadwal Pencairan Gaji ke-13 ASN/PNS, TNI, Polri dan Pensiunan, Ini Daftar Lengkap Jumlah Besarannya
Lalu ustadz Nas pancangkan niat, sekolah ini memang berbasis sedekah seikhlasnya, namun harus mampu menarik minat orang berada (menengah ke atas) untuk menitipkan anaknya.
Hal itu harus diwujudkan dengan kualitas pendidikan yang bagus dan juga gedung yang memadai. Ditambah dengan kurikulum khusus Magnet Rezeki yang sudah teruji melahirkan keajaiban bagi banyak orang.