HEBOH! JHT Cair Sekaligus di Usia 56 Tahun, Ini Kronologi Adanya Permenaker, Mencederai Nilai Kemanusiaan?

- 13 Februari 2022, 11:26 WIB
Kontroversi pencairan JHT BPJS di usia 56 tahun, begini penjelasan dari BPJS Ketenagakerjaan.
Kontroversi pencairan JHT BPJS di usia 56 tahun, begini penjelasan dari BPJS Ketenagakerjaan. / bpjsketenagakerjaan.go.id/

DESKJABAR - Beberapa hari belakangan ini muncul keresahan di kalangan pekerja berkaitan dengan Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa dicairkan pada usia pekerja 56 tahun.

Kebijakan pembayaran JHT Ini dianggap mencederai nilai kemanusiaan dan mengabaikan kondisi masyarakat saat ini, terutama ketika pandemi berlangsung dimana banyak pemutusan hubungan kerja (PHK).

JHT dalam peraturan sebelumnya bisa dicairkan segera setelah pekerja berhenti bekerja, baik karena PHK maupun alasan lainnya.

Baca Juga: DOSA ZINA Terampuni, Ucapkan Kalimat Ini Berkali kali setiap Hari, kata Ustadz Abdul Somad

Baca Juga: KASUS SUBANG TERUNGKAP, Pelaku Pembunuh TUTI dan AMEL MENYERAHKAN DIRI Seperti Kasus Kupang? Ini Analisa Anjas

Namun dengan peraturan yang baru, Permenaker RI No. 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, JHT baru bisa dicairkan pada usia  56 tahun.

Poin ini yang menjadi keberatan banyak pihak karena bagi banyak pekerja yang berhenti bekerja, JHT dibutuhkan untuk modal usaha, atau keperluan lain penunjang kehidupan mereka.

Dikutip DeskJabar.com dari AntaraNews.com,  Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan, Dita Indah Sari, menyampaikan pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut karena sudah menyiapkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

"JKP akan lebih membantu masyarakat ketika menerima Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan JHT akan menjadi jaminan di masa tua," jelasnya.

Pro dan kontra

Pro  dan kontra mengiringi munculnya Permenaker RI No. 2 Tahun 2022 ini. Mereka yang pro menilai permenaker ini melengkapi aturan JKP.  

Sedangkan yang kontra melihat kebutuhan mendesak masyarakat akan JHT untuk kelangsungan hidupnya, dan sebetulnya tak perlu "ditahan-tahan" oleh pemerintah karena JHT merupakan iuran yang dibayar pekerja selama bekerja.

Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai kebijakan baru JHT dalam Permenaker RI  Nomor 2 Tahun 2022 ini bisa dikeluarkan karena sudah ada JKP.

Baca Juga: Dr Zaidul Akbar Beberkan Cara Cegah dan Sembuhkan Virus Omicron: Hanya dengan Ubi Singkong

Baca Juga: CELAKA! Jangan Sholat Seperti ini, Ustadz Adi Hidayat : Tandanya Orang Munafik
"Aturan ini bisa keluar karena saat ini sudah ada juga JKP yang diperuntukkan bagi masyarakat yang kehilangan pekerjaan, sehingga mereka yang terkena PHK bisa memanfaatkan fasilitas ini," ujar Yusuf seperti dikutip AntaraNews.com

Yusuf menuturkan JKP bisa melengkapi kebijakan JHT karena dalam peraturan barunya pun JKP diikutkan bersama pesangon, sehingga dapat menjadi bantalan sementara bagi masyarakat yang terkena PHK.

Akan tetapi ia menekankan pentingnya  mekanisme pembayaran  JKP dan JHT harus jelas.

"Jangan sampai jika ada orang yang mau mendapatkan JKP justru prosesnya rumit dan memberatkan," tegasnya.

Sementara itu, anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah mengkaji ulang Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) RI Nomor 2 Tahun 2022.

Ia memandang  aturan itu perlu dikaji ulang karena mencederai rasa kemanusiaan, terutama di masa pandemi Covid-19.

"Muatan Permenaker tersebut mencederai rasa kemanusiaan dan mengabaikan kondisi pekerja yang tertekan dalam situasi pandemi. Peraturan ini juga menunjukkan ketidakpekaan pemerintah terhadap situasi pandemi yang membuat pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK)," ujarnya.

Ia menambahkan, aturan pencairan dana JHT saat berusia 56 tahun itu berlaku bagi peserta yang berhenti bekerja karena mengundurkan diri, terkena PHK, atau meninggalkan Indonesia selama-lamanya.

Padahal, berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan per Desember 2021, total klaim peserta yang berhenti bekerja didominasi oleh alasan mengundurkan diri sebesar 55 persen dan 35 persen beralasan terkena PHK.

“Berhenti bekerja karena PHK tentu bukan keinginan pekerja. Berhenti karena pengunduran diri pun bisa karena situasi di tempat kerja yang sudah tidak nyaman. Jadi, mengapa JHT yang sebagiannya merupakan tabungan peserta ditahan pencairannya," ucap Netty.

"Jika pemerintah tidak menggubris peringatan ini, saya khawatir tekanan hidup dan kesulitan akan membuat rakyat semakin keras menolak dan melawan pemberlakuan peraturan tersebut," kata Netty.

Senada dengan Netty,  Sekretaris Jenderal  Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia)  Sabda Pranawa Djati meminta pemerintah untuk meninjau ulang aturan baru terkait Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru dapat dicairkan ketika pekerja memasuki usia pensiun 56 tahun.

“Pemerintah jangan membuat kebijakan yang merugikan pekerja dan rakyat Indonesia. JHT  adalah hak pekerja karena iurannya dibayarkan oleh pemberi kerja dan pekerja itu sendiri,” katanya.

ASPEK Indonesia keberatan karena  aturan terbaru melalui Permenaker 2/2022 yakni JHT baru dapat dicairkan ketika pekerja memasuki usia pensiun 56 tahun sangat merugikan pekerja yang terkena PHK.

Padahal,  dana JHT bisa digunakan untuk modal usaha bagi para pekerja terkena PHK terlebih di tengah pandemi COVID-19 yang menyebabkan banyak pekerja sulit mendapat pekerjaan baru.

Kronologi

Permenaker No. 2 Tahun 2022 terbit mengubah peraturan lama Permenaker No. 19 tahun 2015, yakni manfaat JHT dapat dicairkan untuk pekerja yang berhenti bekerja baik mengundurkan diri maupun terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Dikutip DeskJabar dari laman Kemnaker.go.id dalam Permenaker 19/2015, JHT dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu satu bulan terhitung sejak tanggal pengunduran diri atau tanggal PHK.

Pemerintah juga meluncurkan program baru sebagai bantalan untuk mereka yang ter-PHK, yakni Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) berupa uang tunai, pelatihan kerja dan akses informasi pasar kerja.

"Diharapkan pekerja bisa survive dan memiliki peluang besar untuk mendapatkan pekerjaan baru. Setelah mempertimbangkan banyaknya program jaminan sosial untuk para buruh tersebut, maka khusus Jaminan Hari Tua (JHT) dikembalikan kepada fungsinya, yakni sebagai dana yang dipersiapkan agar pekerja di masa tuanya  memiliki harta sebagai biaya hidup di masa sudah tidak produktif lagi," kata Kepala Biro Humas Kemnaker, Chairul Fadhly Harahap,

"Program JHT merupakan program perlindungan untuk jangka panjang," tegas Chairul melalui Siaran Pers Biro Humas Kemnaker, Sabtu  12 Februari 2022.
 
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015, klaim terhadap sebagian manfaat JHT tersebut dapat dilakukan apabila peserta telah mengikuti program JHT  paling sedikit 10 tahun.

Besaran sebagian manfaatnya yang dapat diambil yaitu 30% dari manfaat JHT untuk pemilikan rumah, atau 10% dari manfaat JHT untuk keperluan lainnya dalam rangka persiapan masa pensiun.

 Ia menegaskan, dalam PP tersebut, telah ditetapkan bahwa yang dimaksud masa pensiun tersebut adalah usia 56 tahun.

"Skema ini untuk memberikan perlindungan agar saat hari tuanya nanti pekerja masih mempunyai dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi kalau diambil semuanya dalam waktu tertentu, maka tujuan dari perlindungan tersebut tidak akan tercapai," ujarnya.

Atas dasar tersebut, Kemnaker menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

Sesungguhnya terbitnya Permenaker ini sudah melalui proses dialog dengan stakeholders ketenagakerjaan. Walaupun demikian, karena terjadi pro-kontra terhadap terbitnya Permenaker ini, maka dalam waktu dekat Menaker akan melakukan dialog dan sosialisasi dengan stakeholder, terutama para pimpinan serikat pekerja atau serikat buruh. ***

Editor: Sanny Abraham

Sumber: kemenaker.go.id Antaranews.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x