MEGATHRUST DI SELAT SUNDA Berpotensi Tsunami, Pakar ITB: Survei Menunjukkan Regangan Selat Sunda Semakin Besar

- 24 Januari 2022, 11:05 WIB
Ilustrasi tsunami. Pakar kegempaan Institut Teknologi Bandung (ITB) Irwan Meilano menjelaskan, celah Megathrust begitu dekat dengan Selat Sunda sehingga kemungkinan bisa terjadi gempa-tsunami.
Ilustrasi tsunami. Pakar kegempaan Institut Teknologi Bandung (ITB) Irwan Meilano menjelaskan, celah Megathrust begitu dekat dengan Selat Sunda sehingga kemungkinan bisa terjadi gempa-tsunami. /Pixabay/KELLEPICS/

DESKJABAR - Sumber gempa besar (Megathrust) di Selat Sunda berada pada bagian yang paling dangkal sehingga jika terjadi gempa bisa berpotensi menimbulkan tsunami.

Pakar kegempaan Institut Teknologi Bandung (ITB) Irwan Meilano mengungkapkan hal itu dalam webinar memahami seismik celah (gap) Megathrust di selatan Banten/Selat Sunda, di Jakarta, Jumat, 21 Januari 2022.

"Survei menunjukkan, masuknya sesar Sumatera ke Selat Sunda yang dapat berimplikasi jika terjadi gempa bisa berpotensi tsunami," ujarnya seperti yang dilansir Antara.

Baca Juga: MEGATHRUST SELAT SUNDA Bukan Peringatan Dini, Pakar BMKG: Tetaplah Beraktivitas di Pantai, Cari Ikan, Tamasya

Baca Juga: Info Gempa Terkini: Ancaman Megathrust hingga M 9 di Selat Sunda, Tsunami-nya Lebih Tinggi dari Tsunami Aceh

Irwan menjelaskan bahwa survei tersebut dilakukan sejak 2006-2012 memperlihatkan adanya regangan (ekstensi) di Selat Sunda. Survei selanjutnya pada 2012-2019 menunjukkan regangan semakin besar.

Menurut Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB ini, wilayah Selat Sunda mengalami regangan yang tinggi yang dapat meningkatkan potensi letusan atau erupsi Gunung Anak Krakatau.

"Regangan tektonik yang tinggi ini mempercepat intrusi magmatis dan meningkat potensi letusan Gunung Anak Krakatau," kata dia menjelaskan.

Regangan tersebut menyebabkan jarak antara Pulau Sumatera dan Pulau Jawa semakin jauh dan kemungkinan adanya implikasi terhadap aktivitas tektonik terkait sesar dan vulkanik di Selat Sunda.

Irwan Meilano juga mengungkapkan data citra satelit yang diambil pada 2018 menunjukkan bahwa Gunung Anak Krakatau terus mengalami inflasi (penaikan permukaan tanah) hingga saat ini.

Implikasi dari regangan tektonik, dari pemodelan yang dilakukan, dengan menghitung besar konvergensi yang berdasarkan survei terjadi hanya pada lokasi yang paling dangkal dan sangat dekat dengan Selat Sunda.

Baca Juga: GEMPA BUMI MEGATHRUST, Ini 7 Langkah Menyelamatkan Diri dari Gempa dan Tsunami

Dari hasil pemodelan, ada rekatan tektonik (coupling) pada bidang kontak antar lempeng yang sangat dekat dengan Selat Sunda.

"Artinya begitu dekat dengan Selat Sunda kemungkinan gempa terjadi adalah gempa-tsunami," kata Irwan Meilano.

Oleh karena itu, gempa Magnitudo 6,7 di Pandeglang, Banten, pada Jumat, 14 Januari 2022, menjadi peringatan (alarm) untuk meningkatkan kewaspadaan, kesiapsiagaan, dan mitigasi terhadap bencana gempa bumi dan tsunami.

Potensi ancaman Megathrust

Sebelumnya, Perekayasa di Balai Teknologi Infrastruktur Pelabuhan dan Dinamika Pantai Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dr Widjo Kongko mengingatkan, di balik gempa bumi Magnitudo 6,7 yang terjadi di Banten, 14 Januari 2022, pukul 16.05 WIB, ada potensi ancaman gempa bumi dahsyat (Megathrust) di Selat Sunda yang dapat mencapai Magnitudo 8,7 hingga M 9.

Widjo Kongko menjelaskan hal itu di laman BRIN dan melalui keterangan tertulis yang dilansir Antara, Selasa, 18 Januari 2022, bahwa potensi gempa bumi Megathrust Selat Sunda adalah M 8,7.

Akan tetapi, bisa saja lepasnya bersamaan dengan segmentasi di atasnya, yaitu Megathrust Enggano, dan di sebelah timurnya, Megathrust Jawa Barat-Tengah.

Baca Juga: Info Gempa Terkini: Ancaman Megathrust hingga M 9 di Selat Sunda, Begini Sejarahnya di Indonesia

"Jika pelepasan potensi gempa tersebut terjadi bersamaan maka magnitudo gempa bumi bisa mencapai 9 atau lebih. Energi yang dihasilkan dari potensi gempa itu mirip dengan gempa bumi dan tsunami Aceh 2004," tuturnya.

Namun, kata Widjo Kongko melanjutkan, karena secara umum kedalaman laut di daerah sumber gempa lebih dalam dibandingkan dengan laut di Aceh, maka berdasarkan perhitungan model secara saintifik, tsunami yang terjadi bisa lebih tinggi dari tsunami di Aceh.

Meskipun demikian, ia mengimbau agar masyarakat, terutama warga setempat, untuk tidak panik. Namun, bersama pemerintah daerah atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat dapat meningkatkan upaya mitigasi bencana.

Ia menjelaskan bahwa gempa bumi M 6,7 yang mengguncang Banten baru-baru ini, sekaligus mengingatkan adanya ancaman di Selatan Jawa, Selat Sunda, Sumatera, dengan potensi Megathrust.

Doktor yang pernah meneliti potensi gempa bumi Megathrust dan tsunami di Selatan Jawa tersebut menjelaskan, gempa bumi Banten terjadi di daerah yang disebut sebagai seismic gap, yakni zona yang selama ini tidak menunjukkan adanya aktivitas seismik.

Baca Juga: GEMPA BUMI MEGATHRUST Goncangannya Keras di Jakarta, Jawa Barat, Banten dan Lampung, BMKG Daryono Sarankan Ini

Selain itu, Widjo menuturkan pentingnya untuk memahami karakteristik ancaman tsunami di Indonesia. Sumber tsunami di Indonesia umumnya sangat dekat, yakni sekitar 100 kilometer dari lepas pantai, sehingga waktu perjalanannya sampai ke daratan terjadi sangat cepat.

Ia menekankan aspek mitigasi yang perlu dilakukan masyarakat tentang konsep evakuasi mandiri. Ke depan, program mitigasi di pulau-pulau kecil juga perlu diperhatikan sehingga tidak hanya terkonsentrasi di pulau-pulau besar.

Di samping itu, Widjo berharap pembangunan sistem peringatan dini tsunami di Indonesia atau Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) yang selama ini telah berjalan, perlu dioptimalkan pemanfaatannya.

InaTEWS meliputi antara lain fasilitas Buoy yang telah dipasang Organisasi Riset Pengkajian dan Penerapan Teknologi BRIN di lepas pantai Bengkulu hingga Sumba, dan saat ini masih berfungsi.

Dengan demikian, InaTEWS dapat membantu masyarakat memperoleh peringatan dini tsunami secara lebih akurat melalui informasi yang diperoleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Berada di wilayah Prisma Akresi

Secara terpisah, pakar dari Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran (Unpad) Dr Iyan Haryanto menyebut wilayah Banten rawan gempa bumi tektonik karena masuk dalam wilayah Prisma Akresi.

Baca Juga: Kasus Subang Dekati Tenggat Waktu Awal 2022, Kinerja Polisi Dipertaruhkan, Heri Gunawan: Publik akan Menilai

Ia menjelaskan, Prisma Akresi merupakan wilayah yang rawan terjadi gempa bumi karena berada di atas pusat-pusat gempa. Wilayah ini merupakan kumpulan dari sesar-sesar naik atau sesar yang mengangkat akibat proses penumbukan atau penunjaman.

"Jika di Sumatra, Prisma Akresi ini muncul menjadi pulau, kalau di selatan Jawa belum membentuk pulau," kata Iyan di laman resmi Unpad seperti yang dilansir Antara, Rabu, 19 Januari 2022.

Peristiwa gempa bumi yang terjadi akhir-akhir ini di selatan Jawa, kata dia melanjutkan, menjadi pengingat bahwa Indonesia berada pada kawasan lempeng yang terus bergerak. Pergerakan lempeng tektonik menjadi pemicu terjadinya gempa bumi.

Alasannya, Indonesia berada pada batas-batas lempeng yang satu sama lain terus bergerak. Di sebelah barat, batas lempeng tersebut mulai dari sebelah barat Sumatera, terus ke selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, hingga Maluku.

Meski titik gempa di selatan Jawa kerap berada jauh dari daratan, Iyan meminta masyarakat di daratan tetap waspada. Karena sesar aktif di daratan juga berperan mempercepat rambatan getaran akibat gempa di lautan.

Baca Juga: Tukar Kode Redeem FF Terakhir 24 Januari 2022, FF11K3SEJHFU, Banjir Hadiah Voucher Weapon, Diamond, Dll

"Hal ini yang menjadi faktor mengapa suatu gempa bumi bisa terasa hingga wilayah yang cukup jauh dari titik gempanya," kata Iyan menjelaskan.

Oleh karena itu, pengetahuan masyarakat akan mitigasi kebencanaan harus diperkuat. Minimnya pengetahuan mitigasi bencana akan berdampak fatal ketika bencana gempa bumi terjadi.***

Editor: Samuel Lantu

Sumber: Antara Dok. DeskJabar.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah