Anton Charliyan tentang KRI Nanggala-402, Adiknya Pernah Jadi Komandan Kapal Selam Kini Tergolek Tak Berdaya

28 April 2021, 11:47 WIB
Anton Charliyan (kiri) dan adiknya Iwa Kartiwa (kanan). /Istimewa

DESKJABAR - Mantan Kapolda Jawa Barat, Irjen Pol (Purn) Dr. H. Anton Charliyan, MPKN, tak kuasa menahan kesedihannya begitu mendengar berita tenggelamnya  kapal selam KRI Nanggala-402 di laut utara Bali pada Rabu 22 April 2021 lalu.

Bulir-bulir air mata pun tak terasa menetes saat Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, menjelaskan bahwa kapal KRI Nanggala-402 ditemukan dalam keadaan terbelah menjadi tiga bagian di kedalaman 800 meter, dan seluruh awaknya yang berjumlah 53 orang semuanya dinyatakan gugur.

Diungkapan Anton Charliyan, meski tidak ada kaitan secara langsung, namun kapal selam buatan Jerman itu memilki keterikatan emosional dengannya. Karena, Komandan Kapal Selam sebelumnya yakni Kolonel Iwa Kartiwa, SH adalah adik kandungnya sendiri. Iwa Kartiwa yang asli orang Tasikmalaya, Jawa Barat, menjabat sebagai Dan Satsel dari tahun 2016 – 2019.

Baca Juga: WASPADA, Virus Varian Baru India sudah Menyebar ke 17 Negara

Kolonel Iwa Kartiwa juga adalah penerima langsung dua Kapal Selam terbaru dari Korea. Bahkan ia ikut ke Korea selama tiga tahun. Kemudian, Iwa Kartiwa jualah yang berhasil menyelenggarakan Konferensi Kapal Selam International Asia Facifik pertama di Indonesia.

“Semua awak kapal Nanggala-402 yang gugur adalah mantan anak buahi adik saya yang sudah sangat dekat bagai keluarga sendiri”, ujar sosok yang kini akrab dipanggil Bah Anton.

Namun apa hendak dikata, saat mengetahui mantan anak buahnya itu gugur, Kolonel Iwa Kartiwa hanya bisa menangis sendu sambil tergolek lemah tak berdaya di pembaringannya. Ia didiagnosa oleh dokter, paru-parunya keracunan metal/mercury.

“Atau bisa juga kemungkinan terlalu banyak mengisap CO2 (karbon) karena ketika suatu waktu ada trouble mesin atau baterai listrik di Kapal Selam mati,  maka bila oksigen tidak cukup, yang terhisap awak kapal adalah karbon. Dan itu bisa terjadi selama dinas secara terus menerus selama bertahun-tahun”, papar Anton.

Bah Anton melanjutkan, saat ini adiknya Kolonel Iwa Kartiwa kondisinya sangat mengenaskan. Sudah tidak bisa bekerja meski masa dinasnya masih menyisakan 6 tahun lagi. Jangankan berjalan, bicara saja kesusahan.

“Sangat memprihatinkan sekali kondisinya. Badannya  kurus kering, mungkin tinggal 40 kg . Sekarang hanya bisa terbaring lemah di tempat tidur saja”, katanya sambil menghela nafas panjang.

Pengganti Iwa Kartiwa yakni Kolonel Jefri, jelas Bah Anton, ternyata bernasib lebih tragis lagi. Dia meninggal pada saat latihan Simulasi tahun 2020. Ia tidak bisa keluar dari kapal.

“Itulah salah satu bagian dari pengorbanan dan risiko para awak kapal selam Indonesia sebagai prajurit prajurit terbaik untuk bangsa dan Negara”, tuturnya.

Baca Juga: Dituding Tindak Terorisme, Munarman Ajukan Gugatan Praperadilan

Menurut Bah Anton, ditugaskan di Kapal Selam memang harus siap segalanya. Ketika kapal mulai menyelam --mengambil istilah para awaknya—saat itulah mereka masuk “kuburan”. Tidak ada satu lubang jalan pun untuk bisa keluar. Hanya tekad dan pengabdian yang tinggi kepada bangsa dan Negara lah yang membuat mereka tetap semangat untuk bisa bertahan melaksanakan tugas.

Karena kondisi itu pulalah, kata Anton, tradisi religius di lingkungan para prajurit Pasukan Khusus Satsel (yang bertugas di Kapal Selam) sangat kuat sekali. Mereka senantiasa rajin beribadah. Bagi yang muslim pasti rajin puasa Senin Kamis, ngaji, tahajud dan kegiatan ibadah lainnya.

Papar Bang Anton pula, pada saat kapal sudah menyelam,  bila terjadi  trouble sedikit saja, sama juga berhadapan dengan kematian. Bila prajurit lain di darat atau di udara, masih ada kemungkinan lain untuk selamat atau melarikan diri, kalau di Kapal Selam mau lari ke mana ?. Artinya mereka sadar betul bahwa setiap langkah tugas di Kapal Selam akan senantiasa berhadapan dengan maut.

“Itulah sekelumit suka duka dan perjuangan Pasukan Khusus Kapal Selam. Saya bisa berceritera begini karena menyaksikan langsung kehidupan adik kandung saya sendiri Kolonel Iwa Kartiwa yang merupakan Pasukan Khusus Kapal Selam dari pertama tugas,” pungkasnya.

Sebagai tambahan,  anggota Pasukan Khusus Kapal Selam seluruh Indonesia ternyata  tidak banyak, hanya 318 orang. Jika kemarin gugur 53 orang,  berarti kini hanya menyisakan  265 Orang.

Dengan peristiwa tenggelam dan gugurnya 53 orang awak Kapal Selam Nanggla-402, kini banyak pihak yang mendorong agar Pemerintah bisa memperhatikan nasib para awak Kapal Selam. Bukan untuk mengistimewakan, tapi melihat bobot dan risiko tugas yang diembannya begitu berat, sangat wajar bila mendapatkan imbalan kehidupan yang memadai bagi dirinya juga bagi keluarganya.***

 

Editor: Zair Mahesa

Tags

Terkini

Terpopuler