Pinjol Ilegal Dominasi Pengaduan Dari Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan, YLKI Ungkap Penyebabnya

24 Januari 2024, 10:06 WIB
Ilustrasi pinjol. Pinjol ilegal mendominasi pengaduan masyarakat di sektor jasa keuangan. /Freepik-studiostock/

DESKJABAR - Pinjaman online atau pinjol terutama pinjol ilegal ternyata mendominasi pengaduan dari masyarakat di sektor layanan jasa keuangan. Hal itu berdasarkan data atau catatan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Menurut YLKI, pengaduan di sektor jasa keuangan mencapai 38,2 persen dari total 943 aduan yang masuk pada tahun 2023. Diikuti pengaduan di sektor e-commerce 13,1 persen. Kemudian, pengaduan di sektor telekomunikasi 12,1 persen, sektor perumahan 6,7 persen, dan pengaduan terkait listrik 2,4 persen.

Dari berbagai pengaduan dari masyarakat itu, khusus di sektor jasa keuangan tercatat aduan soal pinjaman online (pinjol) mencapai 50 persen. Dan pengaduan pinjaman online itu didominasi oleh pinjol ilegal.

Baca Juga: Kota Bandung Siapkan 42 Kegiatan Pariwisata Tahun 2024, 10 Di Antaranya Jadi Event Unggulan, Ini Daftarnya

Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi menilai banyaknya pengaduan kasus pinjol ilegal itu lebih dikarenakan masih rendahnya literasi digital dan inklusivitas finansial masyarakat. Banyak dari masyarakat pengguna pinjol ilegal itu akhirnya tersangkut masalah dan terjerat utang.

Dia mencontohkan, maraknya kasus pinjol ilegal itu berawal ketika konsumen hanya membuka handphone dan mengklik tanpa membaca syarat dan ketentuan yang berlaku, seperti berapa besarnya tingkat bunga, bagaimana cara penagihan. Akibat terus menunggak akhirnya banyak konsumen dikejar debt collector.

Dampaknya dari pinjol ilegal itu memang sangat merugikan konsumen dan bahkan bisa ironis. "Di berita ada yang bunuh diri, dipecat dari perusahaan, cerai karena menyangkut utang piutang dengan pinjaman online," ujarnya saat konferensi pers di Kantor YLKI, Jakarta, baru-baru ini seperti dilansir Antara.

Baca Juga: Kota Bandung Masih Jadi Tujuan Utama Wisata, Tercatat 7,7 Juta Wisatawan Datang Selama Tahun 2023

Hal senada disampaikan Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI Rio Priambodo. Ia merinci berbagai permasalahan atau kasus yang terjadi seputar pinjaman online (pinjol).

Antara lain masalah terkait cara penagihan yang mencapai 33,6 persen. Kemudian permohonan keringanan sebanyak 6,6 persen. Selain itu soal pembobolan atau penipuan akun sebanyak 4,5 persen, serta tagihan bermasalah sebanyak 3,1 persen.

Dia mengakui kasus penipuan dan pembobolan di sektor jasa perbankan juga sangat tinggi. "Ada soal penipuan dan pembobolan ini yang kami soroti, karena pada 2022 sudah ada perlindungan data pribadi. Hanya permasalahan ini terus kontinu dari tahun ke tahun soal penipuan dan pembobolan," katanya.

Digital Financial

Terkait upaya literasi digital dan inklusivitas finansial, YLKI menilai sebenarnya digital financial merupakan instrumen yang positif untuk menggenjot akses inklusi finansial.

Akan tetapi hal itu bisa terwujud jika misalnya masalah pinjaman online (pinjol) ilegal bisa dibasmi, mengingat level penerimaan masyarakat belum dalam kondisi siap.

Hal itu seperti diakui Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi. Ia mengatakan fintech, digital finansial sebenarnya bagus untuk meningkatkan akses literasi masyarakat di bidang finansial.

Baca Juga: Dana BOSP 2024 Disalurkan Dalam 2 Tahap, Catat Waktunya, Ini Penjelasan Kemendikbudristek

Namun instrumensi hukum dan masyarakat sendiri sebenarnya belum siap untuk itu. "Jadi persoalannya masif dan korbannya bukan soal utang piutang saja, tapi sudah level pidana," tuturnya.

Padahal, menurut Tulus, pinjol terutama di negara-negara lain merupakan suatu gagasan yang positif karena bisa mempercepat inklusi keuangan. Akan tetapi di Indonesia, pinjol justru menjadi hal yang problematik karena masih lemahnya mitigasi dampak dan pengawasan yang bermuara pada pinjaman online ilegal.***

Editor: Ivan W.

Sumber: YLKI Antara

Tags

Terkini

Terpopuler