DESKJABAR – Pakar telematika Roy Suryo jalani pemeriksaan perdana sebagai terlapor dalam kasus unggahan meme stupa Candi Borobudur yang diedit menerupai wajah Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Roy Suryo di periksa penyidik Polda Metro Jaya, pada hari Kamis, 14 Juli 2022, selama lebih dari 10 jam, mulai diperiksa pukul 10.27 wib, dan keluar selesai jalani pemeriksaan pada pukul 20.52 wib.
“Kita sudah menjalani undangan dari Polda Metro Jaya yang kemudian saya selaku saksi untuk menjawab apa yang ingin dipertanyakan oleh Polda Metro Jaya” ujar Roy Suryo kepada wartawan , Kamis 14 Juli 2022.
Ketika ditanya wartawan, terkait status pemeriksaan dari Polda Metro Jaya Roy Suryo menjawab
“Alhamdulillah tidak ada yang berubah masih sama, saya diperiksa Sebagai saksi”, Ujarnya.
Dilansir Deskjabar.com dari PMJNews, Roy Surya mengatakan, selama proses pemeriksaan dirinya dicecar sebanyak 38 pertanyaan, namun Roy Suryo menolak untuk merinci apa saja pertanyaan yang diberikan oleh penyidik kepada dirinya.
Menurut Roy Suryo pertanyaan-pertanyaan yang dipertanyakan oleh penyidik memang banyak, namun pertanyaannya sedikit-sedikit, ada 38 pertanyaan, ungkapnya.
“Karena pertanyaannya misalnya menyangkut soal-soal teknis, maaf saya tidak bisa menjelaskan pertanyaannya apa, tetapi, karea pro Justitia (pertanyaannya) memang sangat detail” sambung Roy Suryo.
Terkait informasi rinci pemeriksaan dirinya, Roy Suryo melimpahkan pertanyaan tersebut kepada pihak berwenang untuk menjawab.
“Biarkan nanti saja penyidik yang menjawab atau malah mungkin nanti pak Kabid Humas Zulpan yang akan menyampaikan biar lebih detail, supaya teman-teman juga lebih puas ya menerimanya, Tandas Roy Suryo.
Seperti diberitakan sebelumnya, Agama jangan dijadikan guyonan, wamenag menanggapi viralnya meme stupa candi Borobudur di edit mirip wajah Jokowi.
Wamenag meminta kepada siapapun untuk tidak menjadikan simbol agama sebagai bahan guyonan dan candaan.
Hal itu menurut wamenag, dapat melukai perasaan umat beragama yang bersangkutan, apapun alasannya tindakan tersebut tidak baik dan tidak dibenarkan dalam agama dan perundang-undangan, bahkan perbuatan itu dapat dikatagorikan kepada perbuatan SARA, ujar Zainut Tauhid Sa’adi.
Kebebasan menyampaikan pendapat, kritik dan saran hendaknya dilakukan dengan cara yang santun, bijak, dan menghormati etika, tidak dengan cara yang sarkastik serta melanggar susila, hukum dan agama, ujarnya.
Masyarakat agar lebih bijak dalam menggunakan media sosial, tidak memposting atau menyebarkan berita, baik berita foto, video, meme, konten narasi yang mengandung ujaran kebencian, fitnah dan SARA, katanya.
Terkait postingan meme stupa candi Borobudur yang diedit mirip Jokowi yang viral di medsos, pihaknya menyerahkan sepenuhnya pada pihak berwajib untuk mengusut pelakunya, tegasnya.***