Kasus Tanah Pasteur Kota Bandung, Merasa Dirugikan Rp 118 M, Warga Gugat 3 Hakim Pengadilan Tinggi Bandung

- 23 Februari 2024, 08:33 WIB
Proses sidang gugatan warga terhadap Hakim Pengadilan Tinggi Bandung
Proses sidang gugatan warga terhadap Hakim Pengadilan Tinggi Bandung /deskjabar

DESKJABAR - Sangat jarang terjadi seorang warga Kota Bandung menggugat tiga hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung, tidak hanya itu Ketua Mahkamah Agung (MA) juga dimasukan menjadi turut tergugat. Demikian terungkap dalam sidang gugatan yang digelar di Pengadilan Negeri Bandung pada Kamis 22 Februari 2024.

Warga Kota Bandung tersebut adalah Itok Setiawan, dulu penghuni dan pemilik tanah dan bangunan yang disengketakan yakni di Jalan Pasteur yang saat itu bangunannya di pakai toko pertanian bernama Tani Sugih. Itok menggugat karena dengan putusan hakim PT tersebut menyebabkan penggugat rugi Rp 118 miliar dan kehilangan tanah dan bangunan miliknya.

Sidang dipimpin hakim Sucipto berlangsung tidak lama karena para tergugat tidak hadir semuanya, Ketua MA dan juga hakim PT serta tergugat lainnya tidak datang sehingga sidang pun diundur. Sementara dari pihak penggugat diwakili kuasa hukum Ebeneser Damanik.

Baca Juga: Duduk Perkara Direktur Utama PT BIG dan Sepupunya hingga Harus Berakhir di Pengadilan Bale Bandung

 

Alasan Menggugat Hakim Pengadilan Tinggi Bandung

Dalam uraian gugatan disebutkan Itok setiawan menggugat hakim Agus Suwargo (Tergugat 1), Muzaeni Achmad (Tergugat 2), dan Syafaruddin (Tergugat 3) dinilai mengeluarkan putusan Unprofesional Conduct, yaitu putusan yang tidak sesuai dengan berita sidang atau mengabaikan fakta-fakta hukum dan bukti dalam putusan sidang No.567/PDT/2023/PT.BDG tanggal 8 November 2023.

Perkara ini maju ke persidangan PT Bandung setelah upaya banding diajukan oleh Eddy Moelyo sekaligus Tergugat IV yang bersengketa dengan penggugat (Itok) terhadap kepemilikan tanah di Jalan Dr Djunjunan (Jalan Pasteur) No 86 Kota Bandung.

"Produk putusan banding dari 3 hakim ini ironis dan berlawanan serta telah berani mematahkan putusan Hakim Agung (Peninjauan Kembali) yang mengacu pada putusan No.38/PDT.G/2017/PN.BDG Jo No.228/PDT/2018/PT.BDG jo No.817 K/PDT/2019 jo No.55 PK/Pdt/2021," ujar Ebeneser.

Bahkan dia memaparkan, hebatnya putusan ketiga hakim itu telah mengabaikan dan mematahkan Putusan Pidana No.839/Pid.B/2015/PN.Bdg tanggal 10 Maret 2015 yang memvonis Amin karena terbukti menggunakan surat palsu dalam perkara melawan penggugat Itok Setiawan sehingga jual beli Amin dengan Edi Moelyo tidak sah, karena kalah sehingga dieksekusi.

Halaman:

Editor: Yedi Supriadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x