Oleh masyarakat Sunda, aul juga disebut dengan ‘sandikala’ dan kerap disebut-sebut dalam dongeng turun-temurun. Para orangtua dahulu sering berkata, ”Awas, jangan keluar rumah saat Magrib, nanti direweg sandékala.”
Baca Juga: Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung Siap Tindak Penjual Obat di Atas HET di Masa PPKM Darurat
Entah yang dimaksud, apakah disergap kelelawar raksasa aul yang memang memiliki rentangan sayap yang dapat menyelimuti badan manusia? Ataukah dikaitkan sesuatu yang horor, yakni adanya setan kelong yang menyerupai wanita bersayap kelelawar dan berpayudara ngambay.
Pada tahun 1999, penulis pernah melihat aul bergelantungan di sebuah pohon beringin tua di Kabupaten Majalengka. Namun, lokasinya di pemakaman warga Kecamatan Cigasong.
Masyarakat yang melihat aul memiliki ekspresi berbeda. Ada yang biasa-biasa saja, ada pula yang menyangka binatang itu sebagai ‘Kelelawar Vampir’ yang bangun kesiangan.
Awal penemuan
Michael Newton, dalam bukunya Hidden Animals: A Field Guide to Batsquatch, Chupacabra, and Other Elusive Creatures (2009) menyebutkan, aul pertama kali ditemukan oleh seorang peneliti bernama Ernest Bartel pada tahun 1925.
Baca Juga: Ini Panduan bagi Penderita Covid-19 yang Sedang Jalani Isolasi Mandiri di Rumah
Saat itu, ia sedang melintasi air terjun di kawasan Gunung Salak untuk keperluan penelitian populasi burung hantu. Ia menggambarkan, sosok makhluk yang dilihatnya itu adalah kelelawar berukuran raksasa dengan rentang sayap sangat lebar.