RED DEVIL Resahkan Nelayan Danau Toba, Begini Reaksi Kementrian Kelautan dan Perikanan

- 3 Agustus 2022, 12:45 WIB
Salah satu jenis ikan Red Devil yang belakangan meresahkan nelayan Danau Toba./Pixabay/Ralph
Salah satu jenis ikan Red Devil yang belakangan meresahkan nelayan Danau Toba./Pixabay/Ralph /

DESKJABAR - Belakangan ini ikan Red Devil atau setan merah rame diperbincangan di media sosial karena kehadirannya meresahkan nelayan di Danau Toba Sumatra Utara.

Bagaimana tidak, ikan Red Devil yang berasal dari Amerika Selatan itu bersifat agresif dan memanggsa jenis ikan lain dan dikhawatirkan populasinya terus berkembang.

Tak pelak nelayan Danau Toba khususnya menjadi resah karena keberadaan ikan dengan nama ilmiah amphilophus labiatus dikhawatirkan dapat menggangu habitat ikan aslinya.

Dikutip DeskJabar dari Pikiran-Rakyat.com berdasarkan video unggahan akun Tiktok @samosir45 pada 2 Agustus 2022 terlihat segerombolan ikan berwarna oranye sedang mencari mangsa lain berkeliaran di perairan Danau Toba.

Baca Juga: Wisata Kuliner Bandung Hits, Harga Mahasiswa, Buat Maksi dan Ngopi Sambil Nongki, Boleh Foto Pakai Yukata

“Jika tidak ada penanganan, 5-10 tahun kedepan, kemungkinan besar hanya ikan ini yang bisa kita temukan di perairan danau toba,” tulisnya.

Lantas bagaimana sikap pemerintah melalui Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Dilansir Deskjabar dari website kkp.go.id pemerintah melalui KKP bergerak cepat atasi penurunan kualitas sumber daya ikan di Danau Toba.

Masifnya perkembangbiakan jenis asing dan invasif (JAI)menjadi salah satu Penyebabnya.

Baca Juga: Wow Pangeran Charles Diduga Terima Sumbangan $1,2 Juta dari Keluarga Osama bin Laden, Benarkah?

Menurut Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan Ridwan Mulyana untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan langkah langkah pengelolaan perikanan secara berkelanjutan baik jangka pendek, menengah dan jangka panjang.

Untuk jangka pendek Direktorat Pengelolaan Sumber Daya Ikan (DPSDI) melaksanakan rapat koordinasi di Danau Toba guna merumuskan rencana aksi bersama dalam 1-2 tahun kedepan.

Sementara untuk jangkan menengah dan panjang DPSDI akan menginisiasi penyusunan Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) berdasarkan WPPNRI dan/atau Jenis Ikan.

Kemudian, RPP tersebut nantinya akan menjadi payung besar dalam segala upaya mengelola sumber daya perikanan yang terintegrasi.

Baca Juga: Jemput Jodoh di Wisata Curug Seribu Gunung Salak Bogor, Momen Tepat Melamar Orang Terkasih, Suasana Mendukung

"Pengelolaan perikanan berbasis ekosistem di Danau Toba akan kita dorong untuk mewujudkan manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta kelestarian sumber daya ikan. Terutama untuk melindungi ikan asli/endemik sekaligus ekosistemnya di Danau Toba,” ungkap Ridwan.

Menurut informasi dari Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan setempat, ikan jenis asli Danau Toba seperti ikan batak dan ikan pora-pora telah mengalami penurunan stok atau hampir punah.

Hal ini terlihat dari jarangnya ikan tersebut tertangkap nelayan.

Sementara itu menurut koordinator Pengelolaan Sumber Daya Ikan Perairan Daratan Novia Tri Rahmawati, ikan asing dan invasif di Danau Toba bukan hanya ikan Red Devil saja namun ada ikan lainnya.

Baca Juga: Siapakah Sosok Valencia Tanoesodibjo yang Dilamar Kevin Sanjaya di JIS di Momen Ulang Tahunnya?

Ikan ikan tersebut adalah ikan kaca-kaca (Parambassis siamensis), ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys spp.), dan ikan bawal (Colossoma macropomum).

Menurut Novia jenis jenis ikan tersebut adalah musuh bersama yang harus segera diberantas.

Meski begitu papar Novia, Ikan Red Devil dianggap paling meresahkan diantara jenis ikan lainnya karena memiliki sifat yang paling agresif, adaptasi tinggi, dan pertumbuhan paling cepat.

Novia juga mengatakan bahwa ikan Red Devil tidak diminati nelayan karena sering merusak jaring dan kurang memiliki nilai ekonomi.

Baca Juga: Jadikan Valencia Tanoesoedibjo Pelabuhan Terakhir, Inilah Wanita yang Pernah Dekat dengan Kevin Sanjaya

“Ikan Red Devil ini tidak diminati nelayan karena dapat merusak jaring nelayan. Selain itu harga jualnya sangat rendah hanya sekitar Rp2.000-Rp3.000 per kilogram, bahkan di beberapa lokasi tidak memiliki nilai jual,” ungkap Novia dalam rapat koordinasi pengelolaan sumber daya ikan Danau Toba di kantor Bupati Samosir, 14 Juni 2022 lalu.

Lebih lanjut Novia mengatakan strategi jangka pendek untuk mengatasi ikan invasif tersebut dengan metode eradikasi, melalui penangkapan ikan secara masal untuk non-konsumsi, menggunakan alat penangkapan ikan bubu yang dinilai efektif.

“Kita juga dorong nelayan bermitra dengan pelaku usaha pengolahan tepung ikan. Bantuan pemerintah sesuai aturan yang berlaku berupa alat penangkapan ikan bubu maupun mesin pakan ikan juga menjadi alternatif dalam meningkatkan minat masyarakat untuk menangkap ikan red devil di Danau Toba,” papar Novia.

Baca Juga: Sekda Bogor Dihadirkan Disidang Kasus Korupsi Ade Yasin, Bupati Bogor nonaktif di Pengadilan Tipikor Bandung

Sementara langkah lainnya menurut Novia berupa penebaran ikan asli atau endemik, penguatan reservaat dan atau pembuatan ekosistem konservasi buatan (Special Area for Conservation and Fish Refugia / SPEECTRA) juga dapat menjadi pilihan.

Selain itu Pelibatan Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) untuk melakukan pencatatan dan pelaporan kegiatan yang merusak sumber daya ikan dilakukan untuk mengoptimalkan pengawasan sumber perikanan di Danau Toba.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono sebelumnya mengatakan menjaga ekosistem perairan darat sangat penting selain untuk kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya.

Baca Juga: Film Pengabdi Setan 2, Syuting di Rusun Kosong. Joko Anwar: Udah Ga Perlu Pura-pura Takut Lagi

Menurut Sakti, kita semua memiliki kewajiban dalam melestarikan plasma nutfah yang berkaitan dengan sumber daya ikan dan dilarang untuk merusaknya.***

Editor: Ferry Indra Permana

Sumber: Pikiran Rakyat kkp.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah