DESKJABAR - Ada 4 hal yang dilarang di bulan ramadhan jika dilakukan oleh orang yang sedang shaum, maka bisa merusak nilai ibadah puasanya.
Yang dimaksud merusak nilai puasanya adalah beberapa hal bertentang dengan ruh puasa, berkah puasa, dan hikmah puasa yang dicari dari melakukan shaum.
Rusak nilai puasa artinya hilang berkah shaum, fadhilah shaum, bahkan pahala puasa ramadhan di sisi Allah.
Bahkan nabi Muhammad SAW memberi peringatan terkait dengan beberapa hal yang bisa merusak nilai ibadah puasa ramadhan.
Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.
Dengan demikian, jangan melakukan 4 hal ini di bulan ramadhan, karena bisa merusak nilainya sebuah ibadah puasa!
Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:
“Berapa banyak yang shaum atau puasa tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya selain haus,” HR. Ibnu Majah.
Tentu saja hal 4 ini harus dihindari, bahkan bagi orang yang puasa justru diperintahkan untuk lebih banyak melakukan kebaikan.
Selanjutnya, 4 hal yang tidak boleh dilakukan karena akan merusak nilai ibadah puasa itu adalah:
1. Yarfus
Yarfus adalah berkata porno mengadakan sesuatu untuk membangkitkan birahi.
karena itu, jika orang berpuasa tapi melakukan yarfus, maka bisa merusak nilai shaumnya.
2. Yajhal
Yajhal adalah melakukan perbuatan jahiliyah, seperti memaki-maki, berkelahi, membunuh, melakukan keributan, dan berzina.
Yajhal juga bisa merusak nilai ibadah puasa seseorang.
3. Yaskhab
Yaskhab adalah berteriak-teriak, mengganggu, membentak, menceritakan kejelekan orang lain, dan menyakiti orang lain.
Ternyata, yaskhab termasuk dalam 4 hal yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang sedang puasa.
4. Zur
Zur adalah perkataan atau perbuatan bohong dan dusta.
Di dalamnya termasuk korupsi, kolusi, menipu, pungli, mencopet, mencuri, dan sumpah palsu.
Itulah 4 hal yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa, karena bisa merusak nilai shaumnya.
Dikutip DeskJabar.com dari buku Wawan Shofwan Sholehuddin, ‘Risalah Shaum Telaah Kritis atas Sunnah-sunnah dan Bid’ah-bid’ahnya’ hlm. 49-52.***