Munggahan Ramadhan 1442 H/2021, Warga Tak Membeli Banyak Daging Sapi, Khawatir Mubazir

- 12 April 2021, 11:41 WIB
Pasar Rawa, Desa Tanimulya, Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Senin, 12 April 2021 pagi
Pasar Rawa, Desa Tanimulya, Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Senin, 12 April 2021 pagi /Kodar Solihat/DeskJabar

DESKJABAR – Walau penjualan daging sapi tampak lebih cepat habis di pasar tradisional, namun masyarakat tampak kurang begitu antusias membeli banyak daging sapi untuk munggahan Ramadhan 1422 H/2021, yang diyakini mulai Selasa, 13 April 2021 besok.

Pemandangan tersebut, tampak pada beberapa beberapa pasar tradisional di Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat, baik pasar besar maupun kecil, berdasarkan pengamatan DeskJabar, Senin, 12 April 2021.

Beberapa ibu rumah tangga mengatakan, bahwa dalam situasi sekarang, pembelian bahan-bahan konsumsi menjelang munggahan Ramadhan 1442 H lebih rasional, menghindari mubazir. Selain banyak orang menghemat, juga sudah menyadari tak perlu lagi berlaku ikut-ikutan berbelanja panik menjelang munggahan Ramadhan.

Ada beberapa penjual daging sapi yang menjual sampai Rp 155.000-160.000/kg.  Namun suasana pembelian tampak sudah tak begitu ramai lewat dari pukul 9.00. Walau pun, suasana pasar kini lebih hidup, dibandingkan ketika pandemi virus corona (Covid-19) mulai merebak tahun 2020 lalu.

Baca Juga: Ida Fauziyah: Pengusaha Tak Mampu Bayar THR Wajib Berdialog dengan Pekerja

Beberapa penjual daging sapi tampak sudah habis atau tinggal sedikit. Namun daging ayam tampak masih melimpah, dan pembelinya sedang tak begitu banyak.

“Lagian, kalau membeli terlalu banyak daging sapi, biasanya banyak yang tak termakan, bakal mubazir. Apalagi zaman situasi penghasilan sedang sulit seperti sekarang,” ujar salah seorang ibu rumah tangga, Eros, warga Cipageran.

Warga Desa Tanimulya, Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Junaedi, dan rekannya, Muchlis, mengatakan, bahwa sebenarnya umat Islam di lingkungan tersebut, juga berprinsip hidup seperlunya.

Baca Juga: Gempa Bumi Bermagnitudo 5,2 Guncang Lampung, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

 “Apalagi dalam agama Islam, diajarakan umatnya agar hidup sederhana atau seperlunya saja. Bulan Ramadhan kan hakekatnya untuk memperbanyak ibadah, walau pun ya hanya suasana saja menjadi ingin makan yang enak-enak saat munggahan,” ucap Junaedi.

Soal tradisi

Sementara itu, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail PBNU KH Mahbub Maafi mengatakan jelang bulan suci Ramadhan masyarakat Indonesia memiliki beragam tradisi yang hakikatnya baik dan perlu dilestralikan.

Macam-macam tradisi itu terealisasikan dalam bentuk ziarah kubur, makan bersama, hingga mandi bersama itu perlu dipertahankan, asal tak melenceng dari kaidah fikih.

"Sebenarnya itu tradisi yah, tradisi penghormatan terhadap bulan Ramadhan. Sebetulnya tidak ada masalah, hanya itu tradisi saja. Maka dikatakan, kita itu tidak usah menyelisihi atau keluar dari tradisi yang biasa dilakukan oleh orang sepanjang itu bukan sesuatu yang diharamkan," ujar KH Mahbub Maafi saat dihubungi Antara, Sabtu, 10 April 2021.

Baca Juga: Gempa Bumi Bermagnitudo 5,2 Guncang Lampung, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Secara hakekat, katanya, tradisi ziarah sangat baik yakni mendoakan seseorang/keluarga/kerabat yang telah meninggal. Juga menjadi pengingat akan hadirnya kematian.

Juga kegiatan makan bersama atau dalam istilah masyarakat Sunda disebut "Munggahan". Munggahan berarti makan bersama jelang Ramadhan. Selain itu, masyarakat juga silih memberikan makanan yang telah diolahnya ke saudara dan tetangga.Menurut KH Mahbub, tradisi-tradisi semacam ini harus dipertahankan bahkan dilestralikan karena pada dasarnya mengandung pesan kebaikan; saling berbagi, saling merasakan, dan saling membantu.

"Sebenarnya mengirim sedekah ke sini, ngirim sedekah ke sana, ke rumah saudara atau tetangga menjelang bulan Ramadhan itu sesuatu hal yang baik. Siapa tahu tetangga atau keluarga yang mau berpuasa bekalnya kurang. Itu kan ga ada masalah, dan itu menurut saya perlu dilestralikan karena itu sesuatu tradisi yang baik, mungkin tidak ditemukan (di negara lain)," kata dia.

Baca Juga: Jelang Ramadhan 2021, Tradisi Padusan di Pikatan Dibatasi Hanya 450 Orang

KH Mahbub menjelaskan bahwa janganlah keluar dari kebiasaan manusia/masyarakat (adat-istiadat) kecuali yang diharamkan. Dia menekankan tidak perlu bagi seseorang untuk menentang tradisi yang dilakukan masyarakat lokal .

Begitu pula dengan mandi, KH Mahbub mengatakan ragam mandi yang terdapat di Indonesia guna menyambut Ramadhan adalah tradisi lokal yang baik. Sebab mandi sendiri dalam Islam merupakan sebuah kebaikan karena terdapat unsur kebersihan di dalamnya.

"Jika tujuannya untuk menghormati bulan suci Ramadhan, maka tentunya kegiatan tersebut dinilai boleh-boleh saja dilakukan," kata KH Mahbub.

Namun yang perlu digarisbawahi, tradisi yang baik tersebut bisa saja tidak boleh dilakukan, apabila di dalamnya mengandung kerusakan atau beresiko merusak ibadah lainnya.  

"Contohnya apabila menyakralkan suatu tempat mandi tertentu yang berisiko syirik, atau mandi bersama antara laki-laki dengan perempuan dalam satu tempat, itu tidak boleh dan dilarang," kata dia. ***

Editor: Kodar Solihat


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x