DESKJABAR – Para saksi mata di Pegunungan Sikhote-Alin, Primorye, Uni Soviet (sekarang Rusia) pada 12 Februari 1947 pukul 10.30 waktu setempat, dikejutkan dengan munculnya benda besar yang lebih terang dari matahari.
Banda tersebut melesat dengan kecepatan 14 km per detik dengan sudut 41 derajat. Kilatan terang dan suara di musim gugur yang memekakkan telinga. Tumbukan dengan permukaan tanah menciptakan sekitar 100 kawah tumbukan.
Meteorit besi terlihat dari jarak 300 kilometer. Jejak asap residual dapat terlihat selama beberapa jam setelah jatuhnya meteorit tersebut. Selain itu, jejaknya juga bisa dilihat di pepohonan, yaitu adanya serpihan besi yang dijumpai di pohon-pohon.
Dilansir Sun.org, Sikhote jatuh sekitar pukul 10.38 waktu setempat. Berat pra-atmosfernya 100 ton. Sekitar 70 ton berhasil turun ke tanah. Sisanya menguap selama penerbangan atmosfernya.
Tak lama setelah masuknya atmosfer, meteorit itu pecah. Pada ketinggian sekitar 5,6 km, bagian terbesar dari fragmen-fragmen ini meledak dalam suatu peristiwa yang disebut ledakan udara.
Peristiwa jatuhnya meteorit itu menciptakan medan berserakan yang besar. Lebih dari 100 kawah tumbukan ditemukan, yang terbesar berdiameter 26 meter dengan kedalaman 6 meter.
Baca Juga: Banjir Bandang India, 35 Pekerja Terperangkap di Terowongan, 171 Orang lainnya Belum Ditemukan
Dilansir Live Science, saat memasuki atmosfer meteorit besi itu beratnya mencapai 200.000 pon atau sekitar 90.000 kg kemudian pecah saat terjadi tumbukan dahsyat di permukaan tanah. Hal itu membuatnya menjadi salah satu meteorit terbesar yang pernah disaksikan.