Pada ayat 1 dijelaskan bahwa identitas anak, anak korban, dan atau anak saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik.
Pada poin kedua dijelaskan bahwa identitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi nama anak, nama anak korban, nama anak saksi, nama orang tua, alamat, wajah, dan hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri anak, anak korban, dan atau anak saksi.
Sanksinya disebutkan bahwa setiap orang yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500 juta.
Baca Juga: Saatnya Indonesia Terapkan Lockdown Bukan PPKM, Simak Alasannya
Begitu pula, sambung Umi, dengan hukum materiilnya, yakni diatur di Pasal 64, yakni mengenai perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum.
Pada Pasal 59 ayat (2) huruf b dijelaskan, harus dilakukan melalui, penghindaran dari publikasi atas identitasnya. "Ini diatur pada poin 'i' di Pasal 59," katanya..
Oleh karenanya, sambung Umi, kebijakan aparat kepolisian Polres Pamekasan saat menyampaikan rilis kepada media, lalu disiarkan oleh sejumlah media massa sesuai dengan rilis yang sebar institusi itu tanpa menyembunyikan identitas anak yang terlibat pelanggaran hukum tersebut, merupakan bentuk pelanggaran.
"Ini tidak seharusnya terjadi. Mari kita jaga ketentuan perundang-undangan pidana anak ini dengan baik," ujar Umi.
Baca Juga: Gempa Guncang Bengkulu, Warga Berhamburan ke Luar Rumah
Dalam Undang-Undang Sitem Peradilan Pidana Anak, sebenarnya jika seorang anak terlibat dalam kasus pidana kriminal, maka harus dilakukan diversi, dengan ketentuan ancaman pidana dibawah 7 tahun, dan bukan merupakan tindak pidana pengulangan.