Inilah Fakta Menarik Musibah Sriwijaya Air di Mata Pengamat Asing

- 11 Januari 2021, 08:57 WIB
Pasca musibah Sriwijaya Air di Kepulauan Seribu, ada sejumlah fakta menarik
Pasca musibah Sriwijaya Air di Kepulauan Seribu, ada sejumlah fakta menarik /Instagram/@sriwijayaair/

DESKJABAR – Musibah Sriwijaya Air yang menewaskan 62 penumpangnya di perairan kawasan Kepulauan Seribu, Sabtu, 9 Januari 2021, tak saja menjadikan faktor keamanan penerbangan di Indonesia menjadi sorotan dunia, tetapi ada beberapa fakta menarik di belakangnya.

Nelayan yang berada di Pulau Lancang menyebutkan pada saat kejadian, warga nelayan mendengar suara menggelegar seperti petir dan menggetarkan rumah penduduk, yang diduga dari suara jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182 rute Jakarta-Pontianak di Kepulauan Seribu.

Soal musibah Sriwijaya Air, menurut situs pelacakan FlightRadar24, pesawat tersebut lepas landar dari bandara Soekarno Hatta, Tangerang, naik ke ketinggian 10.900 kaki dalam waktu empat menit.

Baca Juga: Minggu Malam, Hujan Abu Mengguyur Sejumlah Dusun di Timur Lereng Gunung Merapi

Mengutip dari asiaone.com, tetapi kemudian pesawat mulai turun tajam dan berhenti mengirimkan data 21 detik kemudian.

"Ada banyak suara yang dibuat akibat kecepatan penurunan terakhirnya," kata Geoff Dell, pakar investigasi kecelakaan udara yang berbasis di Australia.

“Ini indikasi dari apa yang terjadi, tapi kenapa itu terjadi masih dalam banyak hal masih tebakan. Ada banyak cara agar pilot bisa menurunkan pesawat dengan kecepatan itu," tuturnya.

Baca Juga: Kabar Gembira! Pemerintah Segera Buka Tes CPNS 2021, Cek Syarat dan Ketentuannya Disini

Dia mengatakan, penyelidik akan melihat faktor-faktor termasuk kegagalan mekanis, tindakan pilot, catatan perawatan, kondisi cuaca, dan apakah ada gangguan dengan pesawat.

Sebagian besar kecelakaan udara disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor yang perlu waktu berbulan-bulan untuk ditetapkan.

Catatan operasi Sriwijaya Air  juga akan diawasi.“Catatan keamanannya beragam,” kata Greg Waldron, editor pelaksana Asia di publikasi industri FlightGlobal.

Baca Juga: 4 Kriteria PSBB Proporsional 20 Daerah Kota Kabupaten di Jawa Barat, Simak Detailnya

Dia mengatakan, Sriwijaya Air telah menghapus tiga 737 antara 2008 dan 2012 karena pendaratan yang buruk yang mengakibatkan runway overruns, dengan kecelakaan pada 2008 mengakibatkan satu kematian dan 14 cedera.

Maskapai ini pada akhir 2019 mengakhiri kemitraan selama setahun dengan maskapai Garuda Indonesia dan telah beroperasi secara independen.

Tepat sebelum kerja sama berakhir, lebih dari separuh armada Sriwijaya telah dihentikan oleh Kementerian Perhubungan karena masalah kelaikan udara.

Baca Juga: Erry Purwanto Kembali Pimpin Golkar Kabupaten Tasikmalaya

Sriwijaya tidak segera menanggapi permintaan komentar. Kepala eksekutif maskapai itu mengatakan pada hari Sabtu bahwa pesawat yang jatuh dalam kondisi baik.

Seperti maskapai Indonesia lainnya, Sriwijaya telah memangkas jadwal penerbangannya selama pandemi Covid-19, yang menurut para ahli akan diperiksa sebagai bagian dari penyelidikan.

“Tantangan yang dihadapi pandemi berdampak pada keselamatan penerbangan,” kata Chappy Hakim, analis penerbangan Indonesia dan mantan pejabat angkatan udara. "Misalnya, pilot / teknisi dikurangi, gaji tidak dibayar penuh, pesawat di-grounded

Baca Juga: Mulai 10 Januari 2021, Amazon Tendang Parler dari Layanan ‘Web Hosting’

Seperti diketahui, pasca jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 di kawasan Kepualauan Seribu, Jakarta, yang menewaskan 62 penumpangnya, keamanan penerbangan Indonesia menjadi sorotan.

Musibah Sriwijaya Air yang terjadi Sabtu, 9 Januari 2021 itu, menandai kecelakaan maskapai penerbangan besar ketiga di Indonesia dalam kurun waktu enam tahun.

Sebelum musibah Sriwijaya Air, ada 697 korban jiwa di Indonesia selama dekade terakhir termasuk pesawat militer dan pribadi. Menurut database Jaringan Keselamatan Penerbangan, catatan ini menjadikan penerbangan di Indonesia paling mematikan di dunia, di atas Rusia, Iran, dan Pakistan.

Baca Juga: Waspada, Senin Siang hingga Sore, Jakarta Berpotensi Diguyur Hujan Disertai Petir dan Angin Kencang

Dalam kurun waktu enam tahun terakhir, tercatat ada tiga kecelakaan penerbangan besar di Indonesia, selain musibah Sriwijaya Air, sebelumnya terjadi kecelakaan Lion Air 737 MAX pada Oktober 2018 di laut utara Jawa Barat, serta jatuhnya pesawat Air Asia Indonesia Airbus SE A320 pada Desember 2014.***

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: Asia One


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah