Apa Arti dari Malam Satu Suro? Pawai Kebo Bule Jadi Daya Tarik Keramat Masyarakat Jawa

26 Juli 2022, 19:01 WIB
Apa arti dari malam satu Suro? Pawai Kebo Bule jadi daya tarik keramat masyarakat Jawa. Tangkapan layar. /njogja.co.id/ /

DESKJABAR – Apa artinya malam 1 Suro? Satu Suro adalah hari pertama penanggalan Jawa yang jatuh pada bulan Sura atau Suro.

Peringatan malam satu suro biasanya dilakukan selepas Maghrib, sehingga ditetapkan sebagai malam satu suro.

Tanggal 1 suro adalah penanggalan tahun baru Jawa pada bulan pertama, dan kebetulan bertepatan dengan satu Muharram.

Baca Juga: Kopda Muslimin Menyuruh Orang Membunuh Istrinya, Psikolog: Ada yang Tidak Beres Secara Psikologis

Dahulu kala, Raja Mataram Sultan Agung Hanyokrokusumo, pada 1940 tahun lalu ditetapkan sebagai kalender pertama kali Jawa, yang mengacu kepada penanggalan Islam (hijriah).

Di tanah Jawa beberapa masyarakatnya senantiasa berperilaku spiritual

Untuk itu, ditetapkanlah bahwa satu suro merupakan hari pertama penanggalan Jawa pada bulan sura atau suro.

Dihitung berdasarkan penanggalan matahari, Hindu, dan penggabungan kalender Islam pada penanggalan Jawa.

Berdasarkan pertimbangan praktis, politik dan sosial, penanggalan Jawa memiliki dua sistem perhitungan, yakni mingguan adalah 7 hari dan pedagang adalah 5 hari.

Kalender Jawa memiliki siklus angin, sewindu: 8 tahun, yaitu akibat dari siklus ini adalah pada urutan tahun ke-8 Jawa (jimawal) jatuhnya 1 Suro 1 hari lebih lambat dari 1 Muharram dalam penanggalan Islam.

Karena hari-hari Jawa dimulai saat matahari terbenam sehari sebelumnya, bukan paruh kedua hari itu, suro yang biasanya terjadi pada sore hari setelah matahari terbenam pada hari pertama sering disebut sebagai satu malam suro.

Dilansir DeskJabar.com dari laman petabudaya.belajar.kemdikbud.go.id, satu Suro memiliki banyak pendapat dalam masyarakat Jawa, hari ini dianggap suci, terutama jika jatuh pada hari Jumat Legi.

Baca Juga: Bharada E Penuhi Panggilan Komisi Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) untuk Dimintai Keterangan

Bagi sebagian orang, pada malam surah, tidak diperbolehkan pergi ke mana pun selain untuk berdoa atau melakukan ritual ibadah lainnya.

Pada suatu malam di Suro yang dikaitkan dengan budaya Jawa, biasanya ada prosesi upacara adat kelompok masyarakat atau festival.

Beberapa wilayah di Jawa menjadi tempat perayaan Satu Suro pada malam hari.

Misalnya, di Solo, pada perayaan malam Suro, ada hewan khusus yang disebut kebo bule (kerbau).

Kebo bule menjadi salah satu daya tarik masyarakat untuk mengikuti perayaan Malam Suro dan dianggap keramat oleh masyarakat setempat.

Kebo Bule Kyai Slamet. Tidak hanya kerbau, karena hewan ini merupakan warisan penting keraton.

Dalam buku Babad Solo karya Raden Mas (RM), disebutkan bahwa nenek moyang orang kulit putih adalah marga atau hewan kesayangan Paku Buwono II, karena keratonnya masih di Kartasura, sekitar 10 kilometer dari keraton sekarang.

Menurut penyair terkenal keraton Surakarta, Yosodipuro, nenek moyang kerbau memiliki warna kulit yang istimewa, yaitu kulit putih.

Itu adalah hadiah dari Kyai Hasan Beshari Tegalsari Ponorogo kepada Paku Buwono II.

Dimaksudkan untuk menjadi cuk lampah (wali) pewaris keraton yang bernama Kyai Slamet.

Baca Juga: Kecintaan Euis Bangbung Hideung Rosmiati pada Seni Sunda, membawanya Melanglang Ke Berbagai Kota di Jawa Barat

Dia kemudian kembali dari persembunyiannya di Pondok Tegalsari ketika pemberontakan di Pecinan membakar Istana Kartasura.

Tidak seperti perayaan di Solo, di Yogyakarta, mengadakan malam Suro seringkali berarti membawa keris dan pusaka sebagai bagian dari karnaval.

Para abdi dalem keraton, hasil beberapa sumber daya alam berupa gunungan tumpeng dan pusaka merupakan sajian istimewa dalam prosesi yang biasanya berlangsung dalam tradisi Malam Satu Suro.

Perayaan malam tradisional Suro menekankan kedamaian dan keamanan batin.

Jadi, pada malam Suro, sering diselingi dengan nyanyian oleh semua orang yang hadir untuk merayakannya. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan berkah dan mengusir kejahatan.

Selain itu, masyarakat Jawa pada umumnya selalu berusaha untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan melakukan hal-hal yang baik selama bulan Suro.

Tradisi suro di malam hari berbeda-beda tergantung dari daerah dimana ia terlihat.

Misalnya Tapa Bisu, atau mengunci mulut pada saat ritual ini.

Hal ini dapat dipahami sebagai upacara berdoa untuk perdamaian, untuk mengingat apa yang telah kita lakukan sepanjang tahun dan menantikan tahun baru yang cerah.

Malam 1 Suro tahun 2022 jatuh pada tanggal 30 Juli 2022. Jadi kapan 1 Muharram 1444 H? 1 Muharram 1444 H juga jatuh pada tanggal 30 Juli 2022.

Baca Juga: Profil dan Biodata Robi Darwis Pemain Muda Persib, Debutan Berbakat dan Penuh Semangat Memperbaiki Diri

Bagi masyarakat adat Jawa, malam 1 Suro merupakan salah satu malam tersuci dalam upacara reta yang sakral.

Namun, kerbau keturunan Kyai Slamet yang menjadi salah satu pusaka Keraton Kasunanan Surakarta bernama Kyai Bodong itu mati pada Selasa (4/11/2014) pukul 18.30 WIB.

Adik ipar Keraton Kasunanan Surakarta KRMH Satryo Hadinagoro mengatakan bahwa Kyai Bodong meninggal karena tombak di Taman Seruni, Solo Baru, Sukoharjo pada pertengahan Oktober atau sebelum karnaval suro.***

Editor: Yedi Supriadi

Sumber: Kemendikbud

Tags

Terkini

Terpopuler