Update Vaksinasi Covid-19, Potensi Korupsi Bisa Terjadi di Pengadaan Vaksin Covid-19. Ini Alasan KPK

8 Januari 2021, 20:04 WIB
Alexander Marwata mengemukakan, potensi korupsi bisa terjadi dalam pengadaan vaksin Covid-19 /Humas KPK/

 

DESKJABAR -Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengakui dalam pengadaan vaksin Covid-19 potensi korupsi bisa terjadi, karena produsen vaksin Covid-19 terbatas dan harganya akan mudah sekali dikendalikan.

Hal itu dikemukakan Alexander Marwata, seusai pertemuan antara Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dua Pimpinan KPK Alexander Marwata dan Lili Pintauli Siregar, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, serta sejumlah pejabat terkait lain seperti Irjen Kemenkes Murti Utami dan Dirut Bio Farma Honesti Basyir, di Jakarta, Jumat, 8 Januari 2021.

Potensi korupsi bisa terjadi karena negara yang butuh banyak dan berebut. "Misalnya vaksin Sinovac di Thailand dijual berapa sih? Karena yang beli ini kan banyak negara dan berebut, jadi mudah dikontrol harganya,” tutur Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata.

Baca Juga: Pilkada Kabupaten Tasikmalaya 2020 : Tim Pasangan Wani Sebut KPU Telah Melanggar Batas Waktu 7 Hari

“Tapi, penyimpangan tidak hanya di pengadaan tapi bisa saja justru di distribusi karena vaksin sangat terbatas sementara orang berharap lebih dulu divaksin," katanya menambahkan.

Mengutip kantor berita Antara, Marwata mengemukakan, dengan target 182 juta orang yang akan divaksin, sangat mungkin banyak pihak ingin lebih dulu divaksin.

"Tapi, 182 juta orang secara bergilir akan divaksin sampai 1 tahun ke depan, kami berharap betul peran serta masyarakat ikut mengawasi pelaksanaan vaksinasi jadi sampai yang terkecil dapat giliran, tidak berebut meski vaksinya terbatas," tambah Alexander.

Baca Juga: Komnas HAM Beberkan Kronologi Tewasnya 6 Laskar FPI

Alexander membuka kemungkinan KPK menyediakan fitur pengaduan terkait vaksin seperti program sebelumnya yaitu "jaga bansos" untuk mengawasi penyaluran bantuan sosial.

"Bicara program kita bisa buat supaya masyarakat terlibat tapi terkait vaksin ini perlu ada 'data base' bersama,” ujarnya.

“Kami menggandeng Kementerian Dalam Negeri selaku pemilik NIK (Nomor Induk Kependudukan) agar yang divaksin jelas, harus terverifikasi data kependudukannya," ungkap Alexander.

Baca Juga: Menteri Luhut Minta Dikurangi Pembangunan Hotel di Destinasi Wisata

Model pengadaan unik

Sementara itu, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengemukakan, KPK menyetujui model pengadaan vaksin Covid-19 yang dilakukan Kementerian Kesehatan bersama dengan Kementerian BUMN.

"Pengadaan vaksin ini unik, kami di tim kecil sepakat sudah ada payungnya dari LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa), jadi ini bukan pengadaan model biasa dan untuk distribusi ke depan juga sudah identifikasi risiko-risiko serta siapa yang kita ajak untuk memperkecil risiko ini," kata Pahala Nainggolan.

Berdasarkan Perpres 99/2020 tentang Pengadaan Vaksin disebutkan pelaksanaan dilakukan PT Bio Farma (Persero) dan dapat melibatkan anak perusahaan yaitu PT Kimia Farma Tbk dan PT Indonesia Farma Tbk dengan kontrak tahun jamak.

Baca Juga: Calon Kapolri : Mahfud MD Telah Serahkan Nama Namanya ke Presiden, Yang Jelas Bukan Bintang 2

"Ini penugasan ke BUMN bukan model kontrak biasa, anggarannya per tahun tapi dari awal sudah disarankan susah kalau penunjukkan langsung atau tender,” paparnya.

“Jadi mekanisme pengawasannya di awal BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) mengaudit jadi estimasi harga dari depan setelah realisasi semua pos diaudit dilakukan jadi tahu berapa yang dibayarkan ke Bio Farma," ungkap Pahala.***

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: Antara

Tags

Terkini

Terpopuler