BURUH Menolak Formula Kenaikan Upah Minimum yang Baru, Dinilai akan Menimbulkan Diskriminasi

- 14 November 2023, 05:53 WIB
ilustrasi demo buruh
ilustrasi demo buruh /Antara/Aditya Pradana Putra//

DESKJABAR – Kaum buruh menolak aturan baru mengenai pengupahan yang akan digunakan dalam dasar penghitungan upah minimum tahun 2024. Karena formula penghitungan yang akan digunakan dinilai akan menimbulkan diskriminasi kenaikan upah minimum antara satu daerah dengan daerah lainnya.

Penolakan itu dikemukakan Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI, Roy Jinto dalam keterangan tertulisnya yang diterima deskjabar.com pada Senin 13 November 2023.

Baca Juga: Agus Subiyanto Belum Sebulan Jadi KSAD, Pekan Depan Akan Dilantik Jadi Panglima TNI

Hal tersebut sebagai respon atas penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 pada 10 November 2023. Peraturan pemerintah ini memuat tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Menteri Ketanagakerjaan Ida Fauziah dalam keterangan tertulis yang dikirim ke media mengatakan  bahwa sesuai dengan aturan ini maka upah minimum dipastikan akan mengalami kenaikan.

Menurut Ida,  kenaikan upah minimum ini adalah bentuk penghargaan kepada teman-teman pekerja/buruh yang telah memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi kita selama ini.

Dalam peraturan perubahan tersebut juga memuat formula upah minimum yang mencakup 3 variabel, yaitu: Inflasi, Pertumbuhan ekonomi (PE), Indeks tertentu.

Adapun formula penghitungan upah minimum seperti tertara dalam pasal 26 disebutkan  UM (t+1) = UM (t) + Nilai Penyesuaian UM (t+1).

UM (t+1) yakni upah minimum yang akan ditetapkan. Sedangkan UM (t) adalah upah minimum tahun berjalan. Sementara nilai penyesuaian upah minimum dicari dengan formula : Nilai Penyesuaian UM (t+1) = (Inflasi + (PE X α)) X UM (t).

Baca Juga: Anas Urbaningrum Sebut Partai Baru, Bantah Dinastik Politik, PKN Berikan Pembekalan Caleg

Simbol α (Alfa) merupakan indeks tertentu yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi atau kabupaten/kota. Simbol α ini merupakan variabel dalam rentang nilai 0,10 sampai dengan 0,30. Adapun simbol ini ditentukan nilainya oleh Dewan Pengupahan Provinsi atau Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan: Tingkat penyerapan tenaga kerja Rata-rata atau median upah.

Faktor lain dalam menentukan simbol ini yakni faktor yang relevan dengan kondisi ketenagakerjaan. Nantinya jika penyesuaian upah minimum dari perhitungan lebih kecil atau sama dengan nol, maka upah minimum yang akan ditetapkan sama dengan nilai upah minimum tahun berjalan. Adapun data yang dipakai dalam perhitungan upah minimum merupakan data dari lembaga yang berwenang di bidang statistik. Ketentuan selanjutnya yakni, dalam hal nilai upah minimum tahun berjalan pada wilayah tertentu melebihi rata-rata konsumsi rumah tangga dibagi rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja pada provinsi atau kabupaten/kota,

Menimbulkan diskriminasi

Menaker mengatakan bahwa PP ini akan menjadi dasar penetapan upah minimum tahun 2024 dan Ida meminta para pejabat terkait untuk menetapkan upah minimum provinsi selambatnya tanggal 21 November 2023.

Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI, Roy Jinto dalam keterangan tertulisnya mengatakan bahwa kaum buruh menolak Formula Perhitungan penetapan upah minimum yang tertuang dalam PP 51 Tahun 2023.

Baca Juga: Ketua NU Kota Tasikmalaya, Dudu Rohman, Masalah Palestina Tidak Bisa Jauh Dari Bangsa Indonesia

Penolakan muncul karena sangat merugikan buruh dengan adanya pembatasan kenaikan upah minimum. Menurutnya, aturan tersebut mengatur adanya batas atas dan batas bawah dan juga simbol a (Alfa) sebagaimana pasal 26 PP 51 Tahun 2023 dimana apabila Upah Minimum yang berjalan sudah diatas rata-rata konsumsi maka upah minimum tahun 2024 hanya dihitung berdasarkan pertumbuhan ekonomi kali alfa dimana simbol Alfa menjadi faktor pengurang.

Menurutnya, dua rumus formula yang tertuang dalam PP tersebut menimbulkan diskriminasi kenaikan upah minimum dimana sebagian daerah upah minimum akan menggunakan formula pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi kali alfa sedangkan bagi daerah yang upah minimum nya sudah diatas rata-rata konsumsi maka hanya menggunakan rumus formula pertumbuhan ekonomi kali alfa saja tanpa penambahan inflasi.

“Dengan rumus tersebut maka kenaikkan upah minimum diprediksi hanya 1 s.d 3%, hal tersebut sangat merugikan buruh. Sebagaimana kita ketahui PNS upahnya naik 8% sedangkan pensiunan naik 12% hal tersebut mencerminkan ketidakadilan kepada buruh,” tuturnya.

“Daya beli buruh pastinya akan terus merosot harga  kebutuhan pokok naiknya sangat signifikan,, PP 51 Tahun 2023 merupakan aturan yang pro upah murah,” pungkasnya. ***

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: Rilis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah