INFO PEMILU: Ini Alasan Kang Dedi Mulyadi Tolak Keras Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

- 5 Januari 2023, 06:35 WIB
Kang Dedi Mulyadi tolak keras pemilu sistem proporsional tertutup
Kang Dedi Mulyadi tolak keras pemilu sistem proporsional tertutup /tangkap layar/@wikipedia

DESKJABAR – Di awal Tahun 2023 partai PDIP mewacanakan soal kembalinya sistem pemilihan umum (pemilu) legislatif yang sekarang dilaksanakan sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup.

Partai diluar PDIP pun ramai ramai melakukan penolakan atas sitem proporsional tertutup termasuk partainya Kang Dedi Mulyadi (P. Golkar).

Dedi Mulyadi yang juga sebagai anggota DPR RI menolak keras atas wacana sistem pemilu proporsional tertutup karena ini merupakan sebuah kemunduran dalam demokrasi.

 

INI KATA KANG DEDI MULYADI

Sistem pemilu paling ideal untuk Indonesia adalah seperti yang sekarang ini dilakukan yakni sistem proporsional terbuka.

Lalu bila sekarang diwacanakan kembali lalu dianut menjadi sistem proporsional tertutup, menurut Kang Dedi inilah adalah suatu kemunduran berdemokrasi.

Dedi Mulyadi berargumen kenapa dia memilih untuk sistem proporsional terbuka karena sistem ini paling ideal sebagai proses demokrasi lebih maju di Indonesia, karena sistem proporsional terbuka jelmaan dari kompromi antara proporsional tertutup dan distrik.

Baca Juga: Link Kalkulator Berat Badan Ideal Buat Kawal Resolusi Kamu di Tahun 2023, Simak Pula 4 Formula Ahli Gizi

Menurutnya, sistem proporsional terbuka merupakan dialetika demokrasi sehingga bisa mewadahi keterwakilan antara partai dan masyarakat.
Jadi sistem ini merupakan yang cocok bagi Indonesia untuk pematangan demokrasi, jadi irasional dalam rangka pematangan politik dengan sistim distrik murni.

Dedi mengungkapkan kita malah berpikir mundur bila kembali mewacanakan ke sistem proporsional tertutup karena itu dilakukan ketika jaman orde lama dan orde baru lalu.

"Kalau saya boleh berpendapat bahwa sistem yang diwacanakan sekarang ini adalah kemunduran dalam kedewasaan berdemokrasi karena justru publik akan kehilangan keterwakilan dan partai memiliki otorisasi menentukan anggota legislatif semau pimpinan partainya. Sehingga oligarki politik kembali tumbuh bila sistem proporsional tertutup kembali kita anut," ujarnya.

Beberapa dampak yang akan dirasakan secara langsung bila sistem proporsional tertutup dianut kembali, yakni minat masyarakat untuk mencoblos di TPS akan menurun drastis mengingat masyarakat merasa kehilangan keterwakilannya.

“Dalam pemilu yang digabung antara pemilihan legislatif dan pemilihan presiden, masyarakat cenderung memilih presiden saja tanpa memilih legislatif,” kata politisi yang juga Wakil Ketua Komisi IV DPR RI itu.

Baca Juga: MANTAP, Pertama Kalinya Kompetisi Bola Voli PLN Mobile Proliga 2023, Akan Gunakan Video Challenge Atau VAR


Diwacanakan PDIP

Akhir akhir ini ramai dibicarakan mengenai sistem pemilu yang diminta berubah dari sistem proporsional terbuka ke tertutup.

Partai yang sering mewacanakan hal tersebut menjelang Pemilu 2024 tersebut adalah PDIP.

Entah karena ada settingan atau tidak tapi yang jelas memang wacana ini muncul setelah adanya gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait pasal 168 ayat 2 Undang Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Isi pasal tersebut yakni pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.

Sementara berdasarkan dari keterangan pasal tersebut bahwa proporsional terbuka mulai dianut sistem pemilu Indonesia pada tahun 1999 dan 2004.

Dalam keterangannya pula disebutkan bahwa sistem proporsional terbuka adalah sistem yang memberikan kewenangan kepada pemilihnya untuk memilih langsung calon anggota legislatif yang diusung oleh partai politik peserta pemilu.

Baca Juga: Jadwal Sholat Majalengka Hari Ini Kamis 5 Januari 2023, Ini Waktunya

Nah dengan sistem itu, maka warga dapat memilih langsung melihat nama dan foto saat pencoblosan di TPS, seperti yang sekarang ini dilakukan dipemilu sebelumnya.

Sementara pemilu sistem proporsional tertutup tidak seperti itu, pemilih tidak dapat memilih secara langsung para calon legislatif. Tapi pemilih akan memilik partai politik yang menjadi peserta pemilu.

Sementara calon legislatif akan disiapkan oleh partai politik peserta pemilu. Sistem ini pernah di anut oleh indonesia pada pemilu 1955, orde baru dan pemilu 1999.***

Editor: Yedi Supriadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x