Vonis Hukuman Mati di PN Cibadak Diringankan Jadi Belasan Tahun di PT Bandung, Dapat Sorotan DPR RI

- 28 Juni 2021, 10:57 WIB
Pembacaan vonis yang dilakukan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cibadak Kabupaten Sukabumi pada kasus narkotika jaringan internasional yang dilakukan secara daring, Selasa, 6 April 2021. Majelis hakim PN Cibadak menjatuhkan vonis hukuman mati, tetapi Pengadilan Tinggi Bandung meringankan putusan menjadi belasan tahun penjara.
Pembacaan vonis yang dilakukan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cibadak Kabupaten Sukabumi pada kasus narkotika jaringan internasional yang dilakukan secara daring, Selasa, 6 April 2021. Majelis hakim PN Cibadak menjatuhkan vonis hukuman mati, tetapi Pengadilan Tinggi Bandung meringankan putusan menjadi belasan tahun penjara. /Antara/Aditya Rohman/

DESKJABAR - Putusan Pengadilan Tinggi (PT) Bandung, Provinsi Jawa Barat, yang mengurangi hukuman 6 dari 13 terpidana kasus narkoba dari hukuman mati menjadi belasan tahun penjara, mendapat sorotan dua Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto dan Supriansa

Sebelumnya, sebanyak 4 WNA dan 9 WNI yang terbukti menyelundupkan 402 kg sabu, dijatuhi vonis hukuman mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Cibadak, Kabupaten Sukabumi, pada 6 April 2021.

"Kejahatan luar biasa narkoba dengan barang bukti sedemikian besar, pengurangan hukuman yang dilakukan oleh PT Bandung tentu cukup mengagetkan dan menimbulkan tanda tanya besar," kata Didik Mukrianto dalam keterangannya, di Jakarta, Senin, 28 Juni 2021.

Baca Juga: Covid-19 Mengganas di Kota Bogor, 336 Tenaga Kesehatan Tertular, 8 Fasilitas Kesehatan Tutup Sementara

Didik Mukrianto menilai, hukuman mati bagi pelaku kejahatan narkoba bukan hanya untuk memberikan hukuman setimpal atau pun untuk memberikan efek jera semata.

Namun, kata dia melanjutkan, hukuman mati tidak kalah penting, yaitu untuk melindungi masyarakat dan menyelamatkan anak-anak bangsa dari bahaya penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang.

Menurut dia, Indonesia telah terikat dengan Konvensi Internasional Narkotika dan Psikotropika yang telah diratifikasi menjadi hukum nasional dalam Undang-Undang Narkotika.

"Oleh karena itu, Indonesia berkewajiban menjaga warganya dari ancaman jaringan peredaran gelap narkotika skala internasional dengan menerapkan hukuman yang efektif dan maksimal," ucap Didik Mukrianto seperti dilansir Antara.

Dalam konvensi internasional itu, Indonesia telah mengakui kejahatan narkotika sebagai kejahatan luar biasa sehingga penegakan hukum butuh perlakuan khusus, efektif, dan maksimal.

Baca Juga: Poster Yeri Red Velvet di Drama Blue Birthday Bikin Merinding, Simak Sinopsisnya

Ia menyatakan, salah satu perlakuan khusus dalam kasus kejahatan narkotika adalah dengan cara menerapkan hukuman berat pidana mati.

Ia menyadari bahwa independensi hakim harus dihormati. Akan tetapi, pengurangan hukuman kejahatan narkoba yang melibatkan 402 kg sabu-sabu dapat mengusik nalar dan logika sehat publik.

"Tidak bisa dibayangkan daya rusak sabu 402 kilogram tersebut terhadap generasi bangsa kita. Kejahatan yang tidak termaafkan," ucapnya. 

Ia mengatakan, masih ada upaya jaksa untuk melakukan kasasi. Demi keadilan dan untuk melindungi kepentingan generasi yang lebih besar lagi, jaksa harus kasasi.

Baca Juga: Varian Baru Covid-19 Delta Masuk Palestina, Dua Remaja Putri Tertular

Setuju hukuman berat 

Anggota Komisi III DPR Supriansa mendoakan keluarga hakim yang memutus perkara tersebut, tidak ada yang terjerat narkoba.

"Karena dia baru sadar nanti kalau ada keluarganya kena, baru tahu rasa bagaimana bahayanya narkoba dan sejenisnya, ujung perjalanan pecandu narkoba adalah gila, penjara, dan kuburan," ucapnya. 

Supriansa menyatakan, sejak dulu setuju hukuman berat hingga hukuman mati kepada bandar narkoba berikut aktor intelektualnya, terutama bandar dari luar negeri yang ditangkap polisi.

Ia pun mengapresiasi majelis hakim Pengadilan Negeri Cibadak, Kabupaten Sukabumi, yang mengadili kasus itu dengan menjatuhkan putusan hukuman mati bagi para pelakunya.

Baca Juga: Atasi Modus Aji Mumpung di Tempat Wisata, Begini Langkah Pemkab Garut

"Kepada Mahkamah Agung bisa memeriksa hakim tinggi yang memutus perkara itu yang sangat berbeda dengan putusan sebelumnya. Yang mana sebenarnya yang rasional, apakah putusan di pengadilan negeri atau putusan di pengadilan banding," tuturnya.***

Editor: Samuel Lantu

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah