Muhammadiyah Tolak Rencana PPN Pendidikan, Haedar Nashir: Bertentangan dengan Konstitusi

11 Juni 2021, 23:09 WIB
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menegaskan bahwa Muhammadiyah menolak rencana pengenaan PPN bidang pendidikan. /Antara/PP Muhammadiyah/

DESKJABAR - Muhammadiyah dengan tegas menolak dan keberatan atas rencana pajak pertambahan nilai (PPN) untuk bidang pendidikan sebagaimana draf Rancangan Undang-Undang Revisi UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menegaskan bahwa rencana pemerintah untuk menerapkan PPN pendidikan bertentangan dengan konstitusi.

"Kebijakan PPN pendidikan jelas bertentangan dengan konstitusi dan tidak boleh diteruskan," katanya melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Jumat, 11 Juni 2021.

Baca Juga: Sempat Lampaui 80 Persen, Tingkat Keterisian Tempat Tidur di Rumah Sakit di Bandung Akhirnya Turun

Ia menyatakan, pemerintah paling bertanggung jawab dan berkewajiban dalam penyelenggaraan pendidikan, termasuk penyediaan anggaran 20 persen.

Menurut Haedar Nashir, rencana PPN pendidikan tersebut bertentangan dengan jiwa UUD 1945 Pasal 31 Pendidikan dan Kebudayaan, yang antara lain mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar, dan pemerintah wajib membiayainya.

"Pemerintah, termasuk Kemenkeu, dan DPR mestinya mendukung dan memberi kemudahan bagi organisasi kemasyarakatan yang menyelenggarakan pendidikan secara sukarela dan berdasarkan semangat pengabdian untuk mencerdaskan kehidupan bangsa," tutur Haedar Nashir.

Ia meminta pemerintah dan DPR, semestinya juga tidak memberatkan organisasi kemasyarakatan penggerak pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola masyarakat dengan perpajakan.

Baca Juga: Demi Vaksinasi Covid-19 Bagi Lansia, Dinas Kesehatan Kota Bogor Kunjungi Dari Rumah ke Rumah

Ia mengkhawatirkan kebijakan itu bakal mematikan lembaga-lembaga pendidikan yang selama ini banyak membantu rakyat kecil serta sebenarnya ikut meringankan beban pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan yang belum sepenuhnya merata.

"Pemerintahlah yang berkewajiban penuh menyelenggarakan pendidikan dan kebudayaan bagi seluruh rakyat sebagaimana perintah konstitusi. Berarti, jika tidak menunaikannya secara optimal sama dengan mengabaikan konstitusi," kata Haedar Nashir seperti dilansir Antara, Jumat malam.

Pemerintah, kata dia melanjutkan, justru perlu berterima kasih kepada ormas penyelenggara pendidikan yang selama ini membantu meringankan beban kewajiban pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan dan program kerakyatan lain, bukan malah membebani dengan PPN.

Baca Juga: Rencana Pengenaan PPN pada Sembako Bisa Dorong Lebih Banyak Masyarakat Jatuh Miskin

"Ormas keagamaan seperti Muhammadiyah, NU, Kristen, Katolik, dan sebagainya justru meringankan beban dan membantu pemerintah yang semestinya diberi reward atau penghargaan, bukan malah ditindak dan dibebani pajak yang pasti memberatkan," ujar Haedar Nashir. 

Menurut dia, jika kebijakan pengenaan PPN bidang pendidikan itu dipaksakan untuk diterapkan, yang nanti mampu menyelenggarakan pendidikan selain negara yang memang memiliki APBN, justru para pemilik modal yang akan berkibar dan mendominasi.

Akibatnya, pendidikan akan semakin mahal, elitis, dan menjadi ladang bisnis layaknya perusahaan. Pendidikan Indonesia, juga bakal semakin berat menghadapi tantangan persaingan dengan negara-negara lain.

"Padahal saat ini beban pendidikan Indonesia sangatlah tinggi dan berat, lebih-lebih di era pandemi Covid-19. Di daerah-daerah 3T bahkan pendidikan masih tertatih-tatih menghadapi segala kendala dan tantangan, yang belum terdapat pemerataan oleh pemerintah," ucap Haedar Nashir.

Baca Juga: Jawa Barat Masuk Lima Besar Penyumbang Kasus Covid-19, Pemda Diimbau Segera Antisipasi

Baca Juga: Surya Paloh Ajak Ridwan Kamil Ikut Konvensi Calon Presiden NasDem, Kang Emil: Yang Pasti-pasti Saja

Baca Juga: Santunan Kematian untuk Warga Miskin Siap Jadi Perda, DPRD Kota Bogor Tunggu Evaluasi Gubernur Jawa Barat

Ia menilai, konsep pajak progresif lebih-lebih di bidang pendidikan -seperti penerapan PPN pendidikan- secara ideologis menganut paham liberalisme absolut, sehingga perlu ditinjau ulang.

Konsep PPN pendidikan juga tidak sejalan dengan jiwa Pancasila dan kepribadian bangsa Indonesia yang mengandung spirit gotong royong dan kebersamaan.***

Editor: Samuel Lantu

Sumber: Antara

Tags

Terkini

Terpopuler