Kemudian sakit struknya sudah merambat ke jantung, keseimbangannya juga tidak terkendali karena pusing yang terus menerus lalu ada kencerungan mulut lidah menulur kekiri.
"Berdasarkan dicek tekanan daranya pun tinggi mencapai 220/135," ujar Andri Prawira kepada majelis hakim.
Atas pertimbangan kemanusiaan dan pertimbangan hak asasi manusia, majelis hakim pun mengeluarkan penetapan atas perkara tersebut.
Hakim Ketua Sidang Agung Gede membacakan penetapan salah satu poinnya yakni berkas perkara atas nama Iwan Santoso dikembalikan ke Kejaksaan Negeri Bandung.
"Mengadili, menyatakan penuntutan perkara atas nama Iwan Santoso tidak diterima, mengembalikan perkara ke Kejari Bandung dan meminta terdakwa untuk dikeluarkan dari tahanan untuk dilakukan pengobatan," ujarnya.
Dalam pertimbangannya hakim pun menyebutkan karena berkali kali sidang terdakwa tidak mengikuti persidangan karena sakit.
Menanggapi penetapan hakim tersebut, penasehat hukum Andri Prawira menyatakan sepakat dengan sikap hakim yang mengeluarkan penetapan tersebut.
"Pada prinsipnya kami juga ingin kepastian hukum karena secara materi klien kami diyakini tidak bersalah, tapi pada kenyataannya selama ini sakit sakitan terus maka sikap hakim sudah tepat, dari pada dipaksakan tidak akan berjalan baik persidangannya,
ini bisa melanggar hak asasi manusia," ujarnya.
Menurut Andri Prawira, memang hal ini menjadi yurisprudensi mengingat ada beberapa kondisi karena terdakwa tidak bisa mengikuti persidangan.***