Salah satu sifat dari kerumunan ini adalah irasional. Mereka sering kali tidak rasional untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang melanggar norma. Itu sebabnya kerumunan ini dengan entengnya melakukan aksi tanpa menghiraukan orang lain yang tersiksa dengan aksi irasional ini.
“Contohnya, aksi buruh yang berjalan kaki di jalan tol beberapa waktu lalu. Atau merusak fasilitas di arena demo seperti merusak pagar atau melempar batu, bahkan bisa membakar sebuah gedung,” ujar aceng mencohtohkan.
Karena kerumunan itu tidak rasional, sering kali orang yang berpendidikan atau berakal sehat pun, ketika menjadi bagian dari kerumunan itu, tindakannya tidak sesuai dengan dirinya sendiri.
Aksi anarkis, tambahknya, bisa muncul ketika ada tekanan, baik tekanan eksternal (misalnya dari pihak keamanan) atau tekanan internal individu (misalnya rasa lapar, panas, jenuh, dll).
“Kelompok yang tidak terbiasa melakukan aksi ini biasanya mengabaikan tekanan internal ini sehingga tidak memikirkan makan dan minum peserta demo,” ungkapnya.
Bisa saja judulnya aksi damai, tetapi berujung anarkis. Itu disebabkan karena tekanan fisik dan psikis.
Oleh karena itu aksi massa itu jangan dianggap enteng karena bisa berujung radikal.
“Bahkan suporter sepak bola yang bubar secara bersama-sama dan kecewa karena kesebelasannya kalah atau dirugikan wasit, bisa memunculkan perilaku anarkis, termasuk melakukan penjarahan ke toko atau restoran,’ katanya lagi.