Digitalisasi Asuransi Pertanian Bangkitkan Kepercayaan dan Semangat Petani Produksi Pangan di Jawa Barat

- 15 September 2021, 09:44 WIB
Rapat Koordinasi SATREPS di Balai Pelatihan Pertanian (Bapeltan) Bojongpicung, Cianjur, Selasa, 14 September 2021
Rapat Koordinasi SATREPS di Balai Pelatihan Pertanian (Bapeltan) Bojongpicung, Cianjur, Selasa, 14 September 2021 /Kodar Solihat/DeskJabar

Baca Juga: Tanaman Hias Menghasilkan Keindahan Dengan Dipelihara Sepenuh Hati, Harganya Jadi Mahal

Muncul evaluasi berkaitan keberhasilan, tantangan, serta usulan atas pelaksanaan di lapangan, terutama asuransi pertanian.

Program JICA tersebut sudah berjalan sejak tahun 2016 dan berlangsung sampai 1 Oktober 2022. Pelaksanaannya berkaitan hal-hal penting fenomena dunia dengan berkaitan kondisi pertanian di Jawa Barat, yaitu

Indonesia, dalam asuransi pertanian, termasuk di Jawa Barat, penghitungan kerusakan masih mengandalkan cara visual alias penglihatan mata. Untuk klaim asuransi harus mencapai 75 persen kerusakan.

Uang yang diperoleh petani adalah Rp 6 juta/hektare (sekitar Rp 36.000/hektare). Petani hanya membayar sekitar 3 persen, sisanya dibayari oleh pemerintah, sekitar Rp 184.000-an/hektare.

Baca Juga: Petani Milenial Jawa Barat Semangat Membuka Wirausaha Tanaman Hias Melalui Latihan di Lembang

Sedangkan di Jepang, asuransi pertanian sudah menggunakan citra satelit. Spot-spot kondisi tanaman secara jelas langsung terlihat.

Pembayaran klaim oleh asuransi pertanian di Jepang, adalah ada standar minimal kerusakan, diperhitungkan seberapa besar kerusakan tanaman yang dialami.

Misalnya, jika yang rusak 25 persen, maka sebesar itulah langsung dibayar.

Khusus di Indonesia, termasuk di Jawa Barat, disebutkan Dadan Hidayat, adalah gangguan serangan hama dan penyakit terhadap tanaman padi yang masih muncul adalah wereng cokelat, tikus, penggerek batang, bacterial leaf blight/BLB) alias kresek, banjir, kekeringan, dll.

Halaman:

Editor: Sanny Abraham


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x