Bupati Bogor Ade Yasin Bertemu Auditor BPK RI, Saksi Ahli KPK Sebut Kalau Hanya Ketemu, Itu Bukan Pelanggaran

30 Agustus 2022, 07:17 WIB
Untungkan Bupati Ade Yasin, Saksi Ahli KPK Ungkap Pertemuan Ade Yasin-auditor BPK bukan Pelanggaran /Budi S. Ombik/Deskjabar.com

DESKJABAR- Fakta menarik terus saja terungkap satu demi satu di sidang kasus suap auditor BPK RI Jabar yang menyeret bupati Bogor nonaktif Ade Yasin.

Fakta fakta yang terungkap dipersidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Bandung semakin meciutkan dan melemahkan dakwaan jaksa KPK.

Bahkan beberapa saksi yang dihadirkan yakni 39 saksi fakta sebagian besar lebih banyak menguntungkan terdakwa Ade Yasin, dan yang terakhir saksi ahli dari KPK pun pada bagian lain keterangannya menjawab pertanyaan penasehat hukum terdakwa malah lebih menguntungkan Ade Yasin.

Baca Juga: Kisah Kucing Bernama Libi, Saksi Penggusuran di Bukit Duri Dibagikan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan

Saksi ahli yang dihadirkan oleh Jaksa KPK, Wiryawan Chandra menyebutkan bahwa pertemuan auditor BPK Jabar dengan Bupati Bogor dan unsur kepala dinas merupakan hal wajar dan bukan sebuah pelanggaran.

Pernyataan ini seakan membantah sinyalemen jaksa KPK bahwa pertemuan tersebut bagian dari rencana mengkondisikan hasil audit terhadap LKPD Pemkab Bogor agar opininya wajar tanpa pengecualian (WTP)

DR Wiryawan yang dihadirkan sebagai saksi ahli jaksa KPK merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Dirinya dihadirkan secara online sebagai saksi  sidang di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat, Senin.

Dirinya dimintai pendapat seputar pertemuan pihak BPK Jabar dengan Pemkab Bogor saat dilakukan peneriksaan lapangan. Jaksa Tony Frenky Pangaribuan menilai pertemuan tersebut tidak etis dan menyalahi kode etik auditor BPK. 

Namun Wiryawan menilai pertemuan tersebut tidak ada masalah. Pertemuan tersebut justru dibolehkan sebagai pintu untuk memperbaiki laporan keuangan pemerintah.

"Ruang-ruang pertemuan itu memang disediakan untuk perbaikan. Mempersilahkan kepala daerah untuk melakukan perbaikan-perbaikan," ujarnya saat hadir secara daring dalam sidang yang dipimpin ketua hakim Hera Kartiningsih.

Pasalnya, BPK memberi peluang kepada institusi yang diperiksa untuk memperbaiki laporan keuangan jika terdapat temuan-temuan di lapangan oleh auditor BPK.

"Prinsipnya harus mengefektifkan pelaksanaan Undang-Undang. Kalau pertemuan-pertemuan tadi ini harus dalam rangka mengefektifkan hasil-hasil dari auditor tadi," terang Wiryawan.

Baca Juga: JAPAN OPEN 2022 : Indonesia Kirim 13 Wakil, Berikut Daftar Pemainnya

Sementara, saksi ahli yang dihadirkan terdakwa Ade Yasin, Inspektur IV Inspektorat Jenderal Kemendagri Arsan Latif menyebutkan bahwa perbaikan laporan keuangan merupakan kewajiban bagi institusi pemerintah setelah melalui proses pemeriksaan oleh BPK RI.

"Jika kepala daerah tidak memperbaiki kewajibannya (temuan BPK), ini malah menjadi pertanyaan," kata Arsan.

Selain itu Arsan juga menolak mengaitkan motif suap sebagai upaya memperoleh opini WTP sehingga mendapatkan Dana Insentif Daerah (DID).

Opini WTP dan dana DID merupakan dua hal yang berbeda. Opini WTP akan dicapai daerah jika melaksanakan pekerjaan sesuai dengan rencana dan dilaporkan secara baik. 

Sementara dana DID merupakan bantuan dari pemerintah pusat yang diperoleh daerah sebagai kepatuhan melaksanakan tugas tugasnya.

"Setau saya WTP itu bagian kecil saja untuk mendapatkan DID ini," ujarnya.

Sidang yang dipimpin oleh ketua hakim Hera Kartiningsih ini sebelumnya sudah menghadirkan 39 saksi dari Jaksa KPK, dengan empat terdakwa, yakni Ade Yasin, Kasubid Kasda BPKAD Ihsan Ayatullah, Sekretaris Dinas PUPR Adam Maulana, serta PPK Dinas PUPR Rizki Taufik Hidayat.

Pada sidang sebelumnya, auditor BPK Anthon Merdiansyah saat menjadi saksi Jaksa KPK membantah adanya pengkondisian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dengan Ade Yasin.

Baca Juga: Budiman Yunus: Pemain Persib Down, Hasil Pertandingan Di Luar Dugaan, Saatnya untuk Bangkit Segera

Anton mengaku kepada majelis hakim bahwa sempat bertemu dengan Ade Yasin pada Oktober 2021, tapi bukan dalam rangka pengkondisian WTP.

Pasalnya, meski menjabat sebagai penanggung jawab, Anthon tidak memiliki kewenangan dalam mengondisikan laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD).

"Tidak punya kewenangan. (Semua pemeriksa) tidak," kata Anthon kepada majelis hakim.***

Editor: Yedi Supriadi

Sumber: liputan

Tags

Terkini

Terpopuler